Nabi Muhammad ﷺ adalah Nabi dan Rasul Terakhir, Hati-hati Nabi Palsu
Oleh Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Di antara kewajiban kita beriman kepada Nabi ﷺ adalah dengan meyakini bahwasanya Nabi ﷺ adalah nabi yang terakhir. Barang siapa yang meyakini ada nabi setelah Nabi Muhammad ﷺ maka dia telah keluar dari Islam. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa ada kelompok yang terkenal yang disebut dengan Firqah Al-Qadiyaniyah atau Ahmadiyah yang penamannya kembali kepada nama pendirinya yaitu Mirza Gulam Ahmad. Kelompok ini hingga saat ini masih eksis dan tersebar di seluruh penjuru dunia. Mereka meyakini bahwasanya setelah Rasulullah ﷺ masih ada nabi baru yang bernama Mirza Gulam Ahmad, tentunya ini adalah kekufuran. Sebelum Mirza Gulam Ahmad sudah ada nabi-nabi palsu, bahkan sejak zaman Nabi ﷺ sudah muncul orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Hingga detik ini terus bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai nabi.
Dalil-Dalil Yang Menunjukkan Bahwa Nabi Muhammad ﷺ Adalah Nabi Yang Terakhir
Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi yang terakhir, ketika Nabi ﷺ wafat maka wahyu atau kenabian telah terputus.
Pertama: Dalil Dari Al-Quran
- Ayat yang tegas menunjukan akan hal itu
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 40)
- Ayat yang menunjukkan dengan kelaziman
- Allah ﷻ tidak menerima agama selain Islam, yaitu firman Allah ﷻ,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)
Agama Islam adalah agamanya Nabi Muhammad ﷺ, jika ada yang mencari agama selain agama Islam berarti dia mencari selain Nabi Muhammad ﷺ. Maka jika ada nabi selain Nabi Muhammad ﷺ maka ajaran yang dibawa bukan ajaran Islam dan tidak akan diterima oleh Allah ﷻ.
- Agama telah sempurna, ini melazimkan tidak perlu ada pembaharuan dan tidak perlu ajaran baru untuk mengubah atau menyempurnakan agama Islam. Ini menunjukkan bahwasanya tidak perlu nabi baru. Allah ﷻ berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3)
Jika Islam telah sempurna maka tidak butuh pada pembaharu, reformis, atau editor yang mengedit agama Nabi ﷺ. Jika Islam tidak memerlukan itu semua maka tidak perlu ada nabi lagi. Yang mungkin ada hanya orang-orang yang mengingatkan kembali untuk menghidupkan sunah atau ajaran Rasulullah ﷺ. Adapun untuk mengubah-ubah atau menghapus ajaran Nabi maka tidak ada. Ini semua menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi yang terakhir.
- Nabi ﷺ diutus untuk seluruh manusia dan jin. Isyarat bahwasanya ini adalah konsekuensi beliau sebagai nabi yang terakhir. Karena nabi-nabi sebelumnya hanya diutus kepada kaumnya saja. Ini menunjukkan bahwa nabi lain yang baru dibutuhkan untuk diutus kepada kaum yang lain. Ketika Nabi ﷺ diutus untuk umat manusia maka ini menunjukkan bahwa beliau adalah nabi terakhir dan tidak membutuhkan nabi yang lain. Allah ﷻ berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.” (QS. Al-A’raf: 158)
Allah ﷻ berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Maka ayat ini menunjukkan bahwasanya Nabi diutus sebagai rahmat bagi seluruh makhluk. Allah juga berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan: 1)
Dalil-dalil Al-Quran ini menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad adalah nabi yang terakhir, dan ini adalah ijmak para ulama.
Kedua: Dalil Dari Hadits Nabi ﷺ
- Hadits-hadits yang menunjukkan tidak ada nabi setelah Rasulullah
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabdaa,
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ، كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي
“Dahulu Bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap Nabi meninggal maka akan digantikan oleh Nabi yang lain sesudahnya. Dan sungguh, tidak akan ada Nabi lagi setelahku.” ([1])
Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqos,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى تَبُوكَ، وَاسْتَخْلَفَ عَلِيًّا، فَقَالَ: أَتُخَلِّفُنِي فِي الصِّبْيَانِ وَالنِّسَاءِ؟ قَالَ: «أَلاَ تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ، مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي»
“bahwa Rasulullah ﷺ berangkat keluar menuju Tabuk dan menugaskan Ali. Kemudian Ali berkata “Engkau menugaskanku untuk menjaga anak-anak dan wanita”. Nabi ﷺ berkata “Tidakkah engkau rela bahwa engkau di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali tidak ada nabi setelahku” ([2])
Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي، كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ، وَيَعْجَبُونَ لَهُ، وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ؟ قَالَ: فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ “
“Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali tempat satu labinah (batu bata) yang berada di pojok rumah tersebut yang belum terpasang, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum dengannya sambil berkata: Alangkah baiknya jika labinah (batu bata) ini diletakkan (di tempatnya). Beliau bersabda: Maka akulah labinah (batu bata) tersebut dan aku adalah penutup para Nabi.” ([3])
Dalam riwayat yang lain,
فَأَنَا مَوْضِعُ اللَّبِنَةِ، جِئْتُ فَخَتَمْتُ الْأَنْبِيَاءَ
“akulah tempat bata tersebut dan aku datang, dan aku adalah penutup para nabi.” ([4])
Dalam hadits yang lain Nabi ﷺ bersabda,
«بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ هَكَذَا» وَقَرَنَ شُعْبَةُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ، الْمُسَبِّحَةِ وَالْوُسْطَى، يَحْكِيهِ،
“Aku diutus sedang jarak antara aku dan kiamat seperti ini, ” Syu’bah menyandingkan jari telunjuk dan jari tengah saat menceritakannya.” ([5])
Di antara tafsiran isyarat Nabi ﷺ dengan dua jari adalah:
- Jarak antara Nabi ﷺ dan hari kiamat dekat.
- Tidak ada nabi baru di sela-sela antara Nabi dan hari kiamat sebagaimana tidak ada sesuatu antara jari telunjuk dan jari tengah.
- Hadits-hadits yang memperingatkan akan munculnya nabi-nabi palsu.
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata bahwa mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ كَذَّابِينَ فَاحْذَرُوهُمْ
“Sebelum terjadi hari Kiamat, akan muncul para pembohong, maka waspadalah terhadap mereka.” ([6])
Para pembohong tersebut adalah orang-orang yang mengaku nabi.
Dari Abu Hurairah ,
وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ، قَرِيبًا مِنْ ثَلاَثِينَ، كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ
“dan tidak akan terjadi hari kiamat hingga timbul para Dajal pendusta yang jumlahnya hampir mendekati tiga puluh orang semuanya mengaku dirinya Rasul Allah.” ([7])
Dari Tsauban, Rasulullah ﷺ bersabda,
وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
”Sesungguhnya akan ada pada umatku tiga puluh orang pendusta. Semuanya mengaku Nabi, padahal akulah penutup para nabi, tidak ada nabi lagi setelahku.” ([8])
Abu Bakrah h meriwayatkan ketika banyak orang-orang berkata tentang Musailimah Al-Kaddzab (dia adalah seorang nabi palsu yang muncul di zaman Nabi ﷺ), maka Rasulullah ﷺ naik mimbar berkhutbah dan berkata,
أَمَّا بَعْدُ، فَفِي شَأْنِ هَذَا الرَّجُلِ الَّذِي قَدْ أَكْثَرْتُمْ فِيهِ، وَإِنَّهُ كَذَّابٌ مِنْ ثَلَاثِينَ كَذَّابًا يَخْرُجُونَ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ
“Amma Ba’du, mengenai perkara laki-laki ini, dimana kalian banyak yang bercerita tentangnya, sungguh ia seorang pendusta dari tiga puluh pendusta lainnya yang akan keluar di permulaan hari kiamat.” ([9])
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ ثَلَاثُونَ كَذَّابًا دَجَّالًا، كُلُّهُمْ يَكْذِبُ عَلَى اللَّهِ، وَعَلَى رَسُولِهِ
“Tidak akan datang hari kiamat hingga muncul tiga puluh Dajjal pendusta, mereka semua berdusta kepada Allah dan Rasul-Nya.” ([10])
Banyak sekali hadits yang menjelaskan tentang ini, ada hadits dari Jabir bin Samurah, Abu Hurairah, Tsauban, dan Abu Bakrah. Para sahabat ini semuanya mengatakan akan muncul 30 pendusta. Dalam sebagian riwayat Rasulullah ﷺ bersabda,
فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ وَدَجَّالُونَ سَبْعَةٌ وَعِشْرُونَ: مِنْهُمْ أَرْبَعُ نِسْوَةٍ، وَإِنِّي خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Di tengah umatku ada para pendusta, pembohong berjumlah 27. Empat dari mereka adalah wanita. Aku adalah penutup para Nabi, tiada nabi setelahku.” ([11])
Ini memberikan kita faedah bahwasanya ternyata yang mengaku sebagai nabi bukan hanya lelaki, di antara 27 orang tersebut terdapat 4 wanita yang mengaku sebagai nabi. Di antara wanita tersebut ada Sajah binti Al-Harits. Inilah dalil yang menunjukkan akan munculnya orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Juga dalil-dalil ini menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi terakhir dan tidak akan ada nabi lagi setelahnya.
Ketiga : Ijmak para sahabat
Dalil yang menunjukkan bahwasanya tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad adalah ijmak para ulama. Para sahabat sepakat bahwasanya tidak ada nabi lagi kecuali Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karenanya ketika muncul nabi-nabi baru, para sahabat langsung memeranginya. Ketika muncul Musailimah maka Abu Bakar dan para sahabat langsung memeranginya, karena mereka tahu bahwa ia adalah kafir dan pendusta karena tidak ada nabi baru setelah Nabi Muhammad ﷺ. Kemudian ada nabi palsu yang bernama Al-Aswad Al-Ansi yang muncul di Yaman maka para sahabat langsung memeranginya. Ini menunjukkan bahwasanya mereka sepakat bahwa tidak ada nabi baru, sehingga jika ada orang yang muncul mengaku sebagai nabi maka harus diperangi karena dia kafir dan merusak agama.
Nabi-Nabi Palsu
Disebutkan oleh Nabi ﷺ bahwasanya jumlah mereka sekitar 30,
وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
”Sesungguhnya akan ada pada umatku tiga puluh orang pendusta. Semuanya mengaku Nabi, padahal akulah penutup para nabi, tidak ada nabi lagi setelahku.” ([12])
Para ulama mengatakan bahwa maksud dari jumlah 30 ini adalah mereka yang hebat dan memberikan pengaruh yang luar biasa. Tidak semua yang mengaku masuk dalam bilangan 30 ini, karena yang mengaku nabi banyak sekali, terlebih di tanah air kita banyak sekali orang yang mengaku sebagai nabi. Seperti di akhir-akhir ini ada orang yang dari Karawang mengaku sebagai nabi, ada Ahmad Mushaddiq, dan orang yang mengaku nabi dari Sulawesi dimana ketika diwawancara seperti orang bingung, dia tidak shalat, dan lainnya. Nabi-nabi palsu seperti banyak sekali, akan tetapi bukan ini yang dimaksudkan oleh sabda Nabi ﷺ, karena 30 orang yang mengaku nabi yang disebutkan oleh Nabi ﷺ adalah orang-orang yang luar biasa seperti Musailimah, Sajah, Mirza Ghulam Ahmad, dan lainnya.
Secara umum nabi-nabi palsu tersebut bisa kita klasifikasikan menjadi berikut :
Pertama: Yang Muncul Di Zaman Nabi ﷺ.
- Al-Aswad Al-‘Ansi.
Nama aslinya adalah ‘Abhalah bin Ka’ab, akan tetapi dia diberi gelar dengan Al-Aswad karena dia adalah orang yang berkulit hitam. Dia muncul mengaku sebagai nabi pada tahun 11 H dan pergi ke negeri Yaman, dan dia memiliki kekuatan yang hebat di Yaman. Bahkan dia membunuh amir Sana’a yang seorang muslim yang bernama Syahr bin Badzan. Setelah dia membunuh Syahr bin Badzan lalu dia memaksa istri dari Syahr bin Badzan yang dia adalah seorang wanita mukminah untuk menikah dengannya. Dia juga memberikan julukan kepada dirinya dengan Rahman Al-Yaman, seakan-akan dia mengaku sebagai Tuhan karena dia tidak puas mengaku sebagai nabi saja.
Disebutkan bahwa Al-Aswad Al-‘Ansi memiliki keajaiban-keajaiban berupa sihir yang menyebabkan banyak orang yang percaya kepadanya. Di antaranya ketika ada keledai jatuh di hadapannya maka dia mengatakan bahwa keledai itu sedang sujud kepadanya, dan keledai itu tidak akan bangkit kecuali jika Al-Aswad Al-‘Ansi berbicara, dari kejadian ini banyak orang yang semakin percaya kepadanya. Ada juga yang mengatakan bahwa dia melatih keledainya terlebih dahulu agar bisa sujud atau rukuk di hadapannya agar bisa membuat orang-orang semakin percaya kepadanya.
Dia mengaku sebagai nabi dan membunuh amir Sana’a, akhirnya Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk membunuhnya. Para sahabat yang dikirim adalah Qois bin ‘Abdi Yaghuts, dan Dadzawaih dengan bantuan istri dari amir Sana’a yang dibunuh dan dinikahi secara paksa oleh Al-Aswad Al-‘Ansi. Intinya akhirnya Al-Aswad Al-‘Ansi dibunuh oleh seorang yang bernama Fairuz Ad-Dailami yang dia masuk ke dalam rumah Al-Aswad Al-‘Ansi lalu membunuhnya. Ketika Al-Aswad Al-‘Ansi dibunuh, Rasulullah ﷺ yang saat itu berada di Madinah mengabarkan “telah menang Fairuz”. Fairuz Ad-Dailami dia kemudian dia wafat di zaman Mu’awiyah yaitu sekitar lebih dari 50 H. Setelah mereka berhasil membunuh Al-Aswad Al-‘Ansi dan memenggal kepalanya, mereka bingung bagaimana cara untuk mengumumkan kepada masyarakat. Ketika telah datang waktu yang tepat maka mereka berteriak mengucapkan,
أَشْهَدُ أَنَّ محمدًا رَسولُ اللهِ وَأَنَّ عَبْهَلَةَ كَذَّابٌ
“aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan ‘Abhalah adalah seorang pendusta.”
Lalu mereka melemparkan kepala Al-Aswad Al-‘Ansi. Akhirnya para pengikutnya kocar-kacir dan kabur meninggalkan Sana’a. Inilah nabi palsu yang pertama yang akhirnya tewas di zaman Nabi ﷺ. ([13])
- Musailimah Al-Hanafi Al-Kadzdzab ([14])
Musailimah Al-Kadzdzab muncul di zaman Nabi ﷺ. Musailimah dari bani Hanifah yang dia pernah datang menemui Nabi ﷺ ketika ‘Aam Al-Wufud sekitar tahun 9 H, dia datang bersama kaumnya menampakkan seakan-akan telah masuk Islam. Kemudian dia meminta kepada Nabi ﷺ agar diberikan kenabian, dia mengatakan,
إِنْ جَعَلَ لِي مُحَمَّدٌ الأَمْرَ مِنْ بَعْدِهِ تَبِعْتُهُ
“jika Muhammad setelah dia meninggal menyerahkan kenabiannya kepadaku maka aku akan menjadi pengikutnya.”
Musailimah memiliki pengikut yang sangat banyak dan dia merupakan pembesar di kaum Bani Hanifah. Saat itu Nabi ﷺ bersama seorang sahabat yaitu Tsabit bin Qais bin Syammas, saat itu beliau sedang memegang pelepah kurma. Tsabit bin Qais menyampaikan kepada Nabi ﷺ bahwa Musailimah Al-Kadzdzab mengatakan bahwa jika Nabi ﷺ meninggal untuk menyerahkan kenabian kepadanya. Nabi ﷺ pun menjawab,
لَوْ سَأَلْتَنِي هَذِهِ القِطْعَةَ مَا أَعْطَيْتُكَهَا، وَلَنْ تَعْدُوَ أَمْرَ اللَّهِ فِيكَ، وَلَئِنْ أَدْبَرْتَ ليَعْقِرَنَّكَ اللَّهُ، وَإِنِّي لَأَرَاكَ الَّذِي أُرِيتُ فِيكَ مَا رَأَيْتُ
“Seandainya kamu meminta agar aku memberikan sepotong pelepah kurma ini kepadamu, tentu aku tidak akan pernah memberikannya. Dan kamu tidak akan mampu perkaramu di hadapan Allah. jika kamu berbalik maka Allah akan membinasakanmu. Dan sungguh aku telah melihat kamu akan ditimpa sesuatu yang saksikan dalam mimpiku itu.” ([15])
Setelah Nabi ﷺ berkata demikian, maka Ibnu ‘Abbas bertanya kepada Nabi ﷺ tentang ucapannya,
وَإِنِّي لَأَرَاكَ الَّذِي أُرِيتُ فِيكَ مَا رَأَيْتُ
“Dan sungguh aku telah melihat kamu akan ditimpa sesuatu yang saksikan dalam mimpiku itu.”
Maka Nabi ﷺ menjelaskan,
بَيْنَمَا أَنَا نَائِمٌ، رَأَيْتُ فِي يَدَيَّ سِوَارَيْنِ مِنْ ذَهَبٍ، فَأَهَمَّنِي شَأْنُهُمَا، فَأُوحِيَ إِلَيَّ فِي المَنَامِ: أَنِ انْفُخْهُمَا، فَنَفَخْتُهُمَا فَطَارَا، فَأَوَّلْتُهُمَا كَذَّابَيْنِ، يَخْرُجَانِ بَعْدِي ” فَكَانَ أَحَدُهُمَا العَنْسِيَّ، وَالآخَرُ مُسَيْلِمَةَ الكَذَّابَ، صَاحِبَ اليَمَامَةِ
“Ketika aku sedang tidur aku melihat di tanganku ada dua gelang terbuat dari emas. Kedua gelang ini membuatku gelisah, lalu aku diberi wahyu dalam mimpiku, agar aku meniupnya. Aku pun meniupnya hingga keduanya terbang (lenyap). Maka aku menakwilkan mimpiku itu sebagai dua orang pendusta (yang mengaku sebagai nabi) yang akan timbul sepeninggalku. Yang pertama adalah Al ‘Ansiy dan yang lainnya adalah Musailamah Al Kadzdzaab, seorang penduduk Yamamah.” ([16])
Dalam riwayat yang lain,
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ أُتِيتُ بِخَزَائِنِ الأَرْضِ، فَوُضِعَ فِي كَفِّي سِوَارَانِ مِنْ ذَهَبٍ، فَكَبُرَا عَلَيَّ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ أَنِ انْفُخْهُمَا، فَنَفَخْتُهُمَا فَذَهَبَا، فَأَوَّلْتُهُمَا الكَذَّابَيْنِ اللَّذَيْنِ أَنَا بَيْنَهُمَا، صَاحِبَ صَنْعَاءَ، وَصَاحِبَ اليَمَامَةِ
“Aku bermimpi diberi kekuasaan dan kekayaan bumi, kemudian diletakkan pada kedua tanganku dua buah gelang emas, namun keduanya semakin membesar bagiku, kemudian Allah mewahyukan kepadaku agar aku meniup keduanya, lalu aku pun meniupnya hingga keduanya hilang. Aku menafsirkan mimpi tersebut dengan dua orang pendusta yang aku hidup di antara mereka berdua: yaitu pemimpin Shan’a dan dan pemimpin Yamamah.” ([17])
Musailimah dan Al-Aswad Al-‘Ansi telah diisyaratkan oleh Nabi ﷺ dan sudah ada di zaman Nabi ﷺ, dan Nabi ﷺ telah memimpikan keduanya.
Musailimah memiliki nama lengkap Musailimah bin Tsumaamah bin Kabir bin Habib bin Al-Harist Al-Hanafi. Dia mengaku sebagai nabi pada tahun 10 H. Jadi dia bertemu Nabi ﷺ pada tahun 9 H yang disebut ‘Amul Wufud dimana Nabi ﷺ menerima banyak tamu, datanglah dia bersama kaumnya meminta kenabian kepada Nabi ﷺ setelahnya. Dia juga memberikan gelar dirinya dengan Rahman Al-Yamamah.
Ketika Nabi ﷺ meninggal maka Musailimah semakin banyak pengikutnya, bahkan dia memiliki pasukan hingga puluhan ribu orang. Akhirnya Abu Bakar h mengirim pasukan untuk menyerang Musailimah Al-Kadzdzab sehingga terjadilah perang yang sangat hebat yang disebut dengan Ma’rakah Al-Yamamah. Perang tersebut di pimpin oleh Khalid bin Al-Walid h, dan perang tersebut sangat luar biasa karena Musailimah Al-Kadzdzab adalah orang yang sangat kuat dalam bertempur. Dia juga memiliki pasukan yang sangat berani untuk mati, bahkan mereka mau berperang agar bisa mati syahid dalam membela nabi palsu.
Ketika Nabi ﷺ masih hidup Musailimah Al-Kadzdzab sempat menulis surat kepada Nabi ﷺ dengan mengutus dua orang untuk mengantar surat ini. Isi surat ini adalah,
مِنْ مُسَيْلِمَةَ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُشْرِكْتَ فِي الْأَمْرِ مَعَكَ، وَإِنَّ لَنَا نِصْفَ الْأَرْضِ وَلِقُرَيْشٍ نِصْفَ الْأَرْضِ، وَلَكِنَّ قُرَيْشًا يَعْتَدُونَ
“dari Musailimah utusan Allah kepada Muhammad utusan Allah, keselamatan untukmu, ammaa ba’du: sesungguhnya aku telah dijadikan sekutu bersamamu dalam kenabian. Kami memiliki setengah bumi dan kaum Quraisy juga memiliki setengah bumi akan tetapi kaum Quraisy adalah orang-orang yang melampaui batas.” ([18])
Jadi Musailimah Al-Kadzdzab tidak mengajak orang untuk kufur kepada Nabi ﷺ, akan tetapi dia ingin menjelaskan kepada kaumnya bahwa nabi boleh ada 2, di Hijaz nabinya adalah Muhammad adapun di Yamamah yang menjadi nabi adalah Musailimah. Salah satu yang membuatnya memiliki pengaruh yang sangat besar adalah bahwa ada seorang dari pengikut Rasulullah ﷺ yang murtad, di mana Nabi mengutus orang tersebut untuk mengajarkan Bani Hanifah agama Islam akan tetapi ternyata dia mengaku bahwasanya Nabi ﷺ mengatakan Musailimah adalah sekutu nabi, Nabi Muhammad adalah rasul di sana dan Musailimah adalah rasul di sini. Orang-orang pun semakin percaya kepada Musailimah Al-Kadzdzab sebagai nabi.
Ketika surat ini sampai kepada Nabi ﷺ maka Nabi ﷺ membaca surat tersebut dan berkata kepada kedua utusan tersebut,
فَمَا تَقُولَانِ أَنْتُمَا؟ قَالَا: نَقُولُ: كَمَا قَالَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” وَاللهِ لَوْلَا أَنَّ الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ لَضَرَبْتُ أَعْنَاقَكُمَا “
“Bagaimana menurut kalian berdua tentang surat ini? Kedua utusan tersebut menjawab: kami meyakini sebagaimana yang dia yakini. Maka Rasulullah bersabda: demi Allah, seandainya tidak ada dalam aturan kenegaraan bahwa utusan tidak boleh dibunuh tentu aku akan memenggal kepala kalian berdua.”
Ini disebabkan mereka berdua telah murtad dengan meyakini ada nabi selain Nabi ﷺ. Lalu Nabi ﷺ menulis urat balasan kepada Musailimah Al-Kadzdzab, isinya:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَى مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابِ سَلَامٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad utusan Allah kepada Musailimah Al-Kadzdzab (seorang pendusta), keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk. Amma ba’du, sesungguhnya bumi adalah milik Allah yang Allah wariskan kepada orang yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik hanya untuk orang yang bertakwa.”
Ketika Rasulullah meninggal, maka Abu Bakar mengirim Khalid bin Al-Walid untuk memerangi Bani Hanifah yang mereka memiliki pasukan yang sangat banyak sehingga terjadilah perang yang sangat hebat dan banyak para sahabat yang meninggal dunia. Ketika pasukan Bani Hanifah terdesak mereka masuk ke dalam Hadiqah yaitu semacam kebun atau benteng milik Musailimah Al-Kadzdzab sehingga kaum muslimin kesulitan untuk menembus benteng tersebut karena pintu benteng tersebut terkunci. Lalu muncullah seorang sahabat bernama Al-Bara’ bin Malik h. Dia meminta untuk dilemparkan ke dalam benteng agar dia bisa masuk ke dalam benteng tersebut dan membukakan pintu benteng tersebut. Padahal mungkin jika dilemparkan ke dalam benteng tersebut akan menyebabkan dirinya diserang oleh pasukan Musailimah Al-Kadzdzab. Namun Allah menjaga dirinya, ketika dia dilempar dan masuk ke dalam benteng dia berhasil untuk membuka pintu. Akhirnya kaum muslimin pun masuk dan menyerang, lalu Musailimah Al-Kadzdzab terbunuh oleh seorang Anshari dan Wahsyi. Wahsyi tersebut adalah orang yang pernah membunuh Hamzah bin Abdil Mutthalib, tombak yang pernah dia gunakan untuk membunuh Hamzah dia gunakan juga untuk membunuh Musailimah Al-Kadzdzab. Dia melempar tombak tersebut dari jauh hingga menembus dada Musailimah Al-Kadzdzab. Wahsyi tersebut berkata,
فَإِنْ كُنْتُ قَتَلْتُهُ فَقَدْ قَتَلْتُ خَيْرَ النَّاسِ وَشَرَّ النَّاسِ
“jika aku yang telah membunuhnya maka sungguh aku telah membunuh orang yang terbaik (Hamzah -pent) dan orang yang paling buruk (Musailimah Al-Kadzdzab -pent).” ([19])
- Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi ([20])
Thulaihah bin Khuwailid Al-Asadi adalah seorang sahabat yang kemudian dia murtad dengan mengaku sebagai nabi. Dia dipuji dengan kehebatannya, Muhammad bin Sa’ad berkata,
كَانَ طُلَيْحَةُ يُعَدُّ بِأَلْفِ فَارِسٍ لِشَجَاعَتِهِ وَشِدَّتِهِ
“Thulaihah adalah seorang yang dianggap seperti seribu pasukan karena keberaniannya dan kehebatannya dalam bertempur.”
Namun dia berubah, dengan mengaku sebagai nabi dan mempengaruhi kabilah Ghatafan, Asad, dan Thoyyi. Semua kabilah tersebut dia bawa untuk menjadi anak buahnya. Akhirnya di zaman Abu Bakar, Abu Bakar mengirim pasukan untuk menyerangnya hingga terjadilah peperangan yang sangat besar.
Di antara orang yang membela kenabiannya adalah ‘Uyainah bin Hishn, di mana dia bergabung dengan Thulaihah. Ketika Thulaihah dalam keadaan menyaksikan peperangan besar tersebut, datanglah ‘Uyainah bertanya kepadanya
لَا أَبَا لَكَ هَلْ جَاءَكَ جِبْرِيلُ بَعْدُ؟ فَيَقُولُ: لَا وَاللهِ، فَيَقُولُ لَهُ: مَا يُنْظِرُهُ؟ فَقَدْ وَاللهِ جَهَدْنَا، حَتَّى جَاءَهُ مَرَّةً فَسَأَلَهُ، فَقَالَ: نَعَمْ قَدْ جَاءَنِي، فَقَالَ: إِنَّ لَكَ رَحًى كَرَحَاهُ، وَحَدِيثًا لَا تَنْسَاهُ، فَقَالَ: أَظُنُّ قَدْ عَلِمَ اللهُ أَنَّهُ سَيَكُونُ لَكَ حَدِيثٌ لَا تَنْسَاهُ، هَذَا وَاللهِ يَا بَنِي فَزَارَةَ كَذَّابٌ، فَانْطَلِقُوا لِشَأْنِكُمْ
“Apakah malaikat Jibril telah datang kepadamu? Dia menjawab: demi Allah, belum. Dia pun bertanya lagi: apa yang membuatnya telat datang? Dia menjawab: demi Allah kami telah kepayahan. Hingga ‘Uyainah datang kembali bertanya kepadanya: apakah malaikat Jibril telah datang kepadamu? Ia pun menjawab: iya, sungguh ia telah datang kepadaku dan berkata: sesungguhnya engkau akan mendapatkan satu hari yang awalnya adalah bukan untukmu dan akhirnya bukan untukmu. ‘Uyainah pun berkata: aku kira sungguh Allah telah mengetahu bahwa engkau akan mendapatkan sebuah hadits yang tidak akan pernah engkau lupakan, wahai Bani Fazarah! Demi Allah ini adalah seorang pendusta, pergilah kalian urus kalian sendiri.” ([21])
Akhirnya mereka semua meninggalkan Thulaihah. Thulaihah ketika melarikan diri sempat dikejar oleh ‘Ukasyah bin Mihshan dan Tsabit. Namun keduanya dibunuh oleh Thulaihah karena Thulaihah adalah orang jago dalam berperang. ‘Ukasyah bin Mihshan adalah seorang sahabat yang biasa disebut namanya dalam sebuah hadits tentang 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Di antara 70 ribu orang tersebut adalah ‘Ukasyah,
سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ
“‘Ukasyah telah mendahuluimu dalam meminta masuk dalam salah satu dari tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.” ([22])
‘Ukasyah meninggal ketika dia melawan Thulaihah, dia mengejar Thulaihah yang pergi bersama istrinya namun karena Thulaihah lebih kuat darinya akhirnya ‘Ukasyah kalah dan meninggal dunia. Lalu datanglah Tsabit mengejar Thulaihah namun Tsabit juga kalah darinya dan meninggal dunia.
Thulaihah pergi ke Syam dan tinggal di kota Halb. Kemudian Thulaihah sadar akan kesalahannya namun dia malu untuk bertemu dengan Abu Bakar karena telah terjadi peperangan di zamannya karena dirinya. Hingga ketika Abu Bakar meninggal dunia lalu diganti oleh Umar bin Khattab maka datanglah Thulaihah dan ingin membaiat Umar. Umar berkata kepada Thulaihah,
أَنْتَ قَاتِلُ عُكَاشَةَ وَثَابِتٍ! وَاللَّهِ لا أُحِبُّكَ أَبَدًا فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، مَا تَهِمُّ مِنْ رَجُلَيْنِ أَكْرَمَهُمَا اللَّهُ بِيَدِي، وَلَمْ يُهِنِّي بِأَيْدِيهِمَا! فَبَايَعَهُ عُمَرُ
“kamu telah membunuh ‘Ukasyah dan Tsabit, demi Allah aku tidak akn mengakuimu selamanya. Maka Thulaihah pun menjawab: wahai Amirul Mukminin, mengapa kau sibuk dengan dua orang yang Allah telah memuliakan keduanya lewat tanganku (dengan membunuhnya sehingga keduanya mati syahid). Dan Allah tidak menghinakan aku dengan membiarkan aku mati lewat kedua tangan mereka (yaitu jika ia mati maka ia akan mati dalam keadaan kafir). Akhirnya Umar menerima baiatnya.” ([23])
Kemudian Thulaihah pun sadar dan semakin bagus Islamnya, lalu dia ikut dalam perang Nahawand dan mati syahid. Ini adalah contoh nabi palsu yang akhirnya bertobat.
Kedua: Yang Muncul Di Zaman Para Sahabat Setelah Wafatnya Nabi ﷺ
- Laqith bin Malik Al-Azdi yang dikenal dengan Dzu Taaj ([24])
Dia adalah seorang yang mengaku sebagai nabi lalu diperangi oleh Abu Bakar h. Abu Bakar h mengirim pasukan untuk memeranginya hingga terjadilah peperangan yang luar biasa. Awalnya Laqith bin Malik Al-Azdi menang dalam peperangan tersebut, lalu datang pertolongan dari beberapa sahabat sehingga terjadi peperangan yang luar biasa. Dalam peperangan ini tewas sebanyak sepuluh ribu orang dari pasukan Laqith bin Malik Al-Azdi.
- Sajah binti Al-Harits (wanita yang mengaku nabi) ([25])
Dia adalah seorang wanita yang mengaku sebagai nabi. Ketika pasukan Khalid bin Al-Walid datang membawa pasukannya untuk menyerang Musailimah Al-Kadzdzab, ternyata Sajah juga datang membawa pasukannya ingin bertemu Musailimah. Musailimah pun takut akan diserang oleh 2 pasukan sekaligus. Akhirnya dia berkata kepada Sajah untuk bertemu dengannya secara 4 mata. Musailimah pun menyiapkan kemah dan diberi wewangian yang sangat indah, Sajah pun masuk dan mereka akhirnya berbincang berdua. Musailimah bertanya kepada Sajah, “adakah wahyu turun kepadamu?”. Sajah pun menjawab, “apakah wanita harus terlebih dahulu yang memulai? Maka silahkan lelaki dahulu yang memulai”. Musailimah pun menyebutkan wahyu yang turun kepadanya,
أَلَمْ تَرَ إِلَى رَبِّكَ كَيْفَ فَعَلَ بِالْحُبْلَى؟ أَخْرَجَ مِنْهَا نَسَمَةً تَسْعَى، مِنْ بَيْنِ صِفَاقٍ وَحَشَا. قَالَتْ: وَمَاذَا؟ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ خلق للنساء أَفْرَاجَا، وَجَعَلَ الرِّجَالَ لَهُنَّ أَزْوَاجًا،
“Tidakkah kau lihat kepada Rabbmu bagaimana Rabbmu bertindak kepada wanita hamil? Sesungguhnya wanita hamil mengeluarkan nyawa yang keluar dari isi perut”.
Lalu Sajah bertanya kembali: “dan wahyu apalagi?”. Musailimah menjawab: “Sesungguhnya Allah menciptakan bagi para wanita wanita vagina-vagina dan menjadikan bagi mereka para lelaki sebagai pasangan mereka….” ([26])
Dia menyebutkan perkataan-perkataan amoral lainnya yang dia anggap sebagai wahyu. Intinya akhirnya Sajah bersaksi bahwa Musailimah adalah benar-benar seorang nabi. Lalu mereka berdua pun menikah, setelah itu Sajah kembali kepada kaumnya dan dengan gembira dia mengabarkan kepada kaumnya bahwa Musailimah telah menikahinya. Kaumnya pun berkata kepada Sajah: wahai Sajah apa mahar yang diberikan Musailimah kepadamu? Akhirnya kaumnya memerintahkan Sajah untuk kembali kepada Musailimah untuk meminta mahar kepadanya. Musailimah pun mengatakan bahwa mahar yang ia berikan kepada dia dan kaumnya adalah bahwasanya tidak ada shalat Isya dan shalat subuh untuk mereka.
Namun di akhir penghujung hayatnya Sajah sadar dan dia kembali kepada Islam. Allah ﷻ memberikannya hidayah dan Islamnya pun semakin bagus. Inilah kisah seorang wanita yang mengaku nabi dan akhirnya bertobat.
- Al-Mukhtar bin Abu ‘Ubaid Ats-Tsaqafi dari Thaif ([27])
Al-Mukhtar bin Abu ‘Ubaid Ats-Tsaqafi berasal dari Thaif yang dia tewas pada tahun 67 H. Dia dibunuh oleh pasukan Abdullah bin Zubair. Dia juga seorang yang mengaku sebagai nabi. Asma binti Abu Bakar berkata bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda dalam sebuah hadits,
يَخْرُجُ مِنْ ثَقِيفٍ كَذَّابٌ وَمُبِيرٌ فَأَمَّا الْكَذَّابُ، فَقَدْ رَأَيْنَاهُ، يَعْنِي: الْمُخْتَارَ، وَأَمَّا الْمُبِيرُ فَأَنْتَ
“akan keluar dari Tsaqif seorang pendusta dan seorang yang beringas. (Asma binti Abu Bakar berkata) Adapun orang yang berdusta sungguh kami telah melihatnya yaitu Al-Mukhtar, dan adapun orang yang beringas adalah kamu (Al-Hajjaj -pent).” ([28])
Ketiga: Yang Muncul Setelah Zaman Para Sahabat Hingga Saat Ini ([29])
Banyak sekali orang-orang yang muncul mengaku sebagai nabi setelah zaman para sahabat, namun yang paling terkenal adalah Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani (Ahmadiyah). Dia muncul di zaman penjajahan Inggris di India. Pada awalnya dia hanya berdakwah sebagaimana dai-dai yang lain, namun setelah itu dia mulai mengaku kedudukannya meningkat sebagai Imam Mahdi. Kemudian setelah itu dia mengaku kedudukannya meningkat lebih tinggi lagi yaitu sebagai nabi. Dia memiliki akhlak yang sangat buruk seperti suka mencaci maki, mencela, dan menyebutkan kata-kata yang sangat kotor ketika berhadapan dengan orang-orang yang menyelisihinya. Sehingga antara dirinya dengan yang lain banyak terjadi perdebatan. Banyak para ulama yang membantahnya, di antaranya Maulvi Tsanaullah Amritsari([30]) yang dia adalah salah seorang ulama Ahli Hadits sampai terjadi mubahalah antara keduanya. Dia menyampaikan bahwasanya siapa saja di antara kita yang salah maka akan meninggal lebih dahulu, dan akhirnya Mirza Ghulam Ahmad meninggal lebih dahulu.
Di antara ceramah yang bagus mengenai masalah ini adalah ceramah dari Hani Thahir dan ceramah ini banyak tersebar di Youtube([31]). Dia bercerita bahwasanya dia mengikuti Al-Qadiyani selama bertahun-tahun, bahkan dia banyak membuat ceramah-ceramah dalam rangka membela Al-Qadiyaniyah. Namun setelah beberapa lama, akhirnya dia sadar dan mengumumkan bahwa dirinya keluar dari Al-Qadiyaniyah. Ketika ditanya mengapa dirinya keluar dari Al-Qadiyaniyah beliau menjelaskan bahwasanya dirinya ketika melihat aliran Al-Qadiyaniyah yang disampaikan oleh para pengikut Al-Qadiyaniyah beliau mendapati aliran ini memiliki ajaran-ajaran yang membuatnya tertarik untuk ikut bergabung. Akan tetapi Mirza Ghulam Ahmad memiliki buku-buku dalam bahasa India yang kemudian buku-buku tersebut mulai diterjemahkan. Setelah seluruh bukunya diterjemahkan maka Hani Thahir pun langsung membaca ajaran-ajaran tersebut dan dia mendapati bahwasanya Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi pendusta. Mirza Ghulam Ahmad sering meramal sebuah perkara namun ramalannya salah. Sampai-sampai Hani Thahir membuat ceramah khusus menjelaskan bagaimana ramalan-ramalan Mirza Ghulam Ahmad yang terjadi malah sebaliknya([32]). Di antaranya Mirza Ghulam Ahmad mengatakan bahwasanya anak ke 4 nya akan hidup dan akan menjadi pewarisnya, dialah yang akan menjadi mahdi yang ditunggu-tunggu, namun ternyata anaknya meninggal. Juga ramalannya bahwa cucunya akan menjadi ini dan itu, namun ternyata cucunya meninggal. Juga ramalannya bahwa Allah telah memberinya wahyu akan memberikannya umur yang panjang, namun ternyata dia tewas. Sebelum dia tewas juga dia sempat melakukan mubahalah dengan salah seorang ulama di India, dan dia mengatakan bahwa ulama tersebut akan mati dengan cara yang mengerikan yaitu terkena penyakit kolera, namun ternyata dialah yang mati dengan cara yang mengerikan dengan penyakit kolera di kamar mandi dan meninggal dalam kondisi menjijikkan. Namun sangat disayangkan ternyata pengikut Mirza Ghulam Ahmad sangat banyak dan tersebar di mana-mana hingga saat ini.
Permasalahan antara Nabi ﷺ sebagai nabi terakhir dengan kemunculan Imam Mahdi
Perkara kemunculan Imam Mahdi adalah perkara yang gaib, dan perkara gaib tidak bisa dibenarkan atau disalahkan kecuali dengan melihat dalil dan perkara gaib tidak bisa kita ketahui kecuali melalui wahyu yang datang dari Al-Quran atau hadits Nabi ﷺ. Ternyata hadist-hadits Nabi ﷺ tentang kemunculan Imam Mahdi adalah sahih. Di antara yang menulis hadits-hadits tentang kemunculan Imam Mahdi adalah Syaikh ‘Abdul Muhsin ‘Abbad hafizahullah ta’ala yang beliau memiliki buku-buku tentang imam Mahdi. Hadits-hadits tersebut banyak dan sahih. Juga tidak ada pertentangan antara Nabi ﷺ sebagai nabi terakhir dengan kemunculan Imam Mahdi, karena Imam Mahdi tidak memposisikan dirinya sebagai nabi baru. Dia hanya orang alim yang menjalankan perintah Nabi ﷺ di zamannya kelak. Juga nanti di zamannya bumi dipenuhi dengan keadilan dan kemakmuran. Oleh karenanya di antara bantahan Hani Thahir terhadap Mirza Ghulam Ahmad yang pernah mengaku sebagai imam Mahdi, bukankah munculnya Imam Mahdi dipenuhi dengan ketenteraman, keadilan, dan kemakmuran? Namun ternyata ketika Mirza Ghulam Ahmad mengaku menjadi Imam Mahdi India sedang dijajah oleh Inggris, jadi Mirza Ghulam Ahmad muncul menjadi Imam Mahdi di zaman yang tidak tepat.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) HR. Bukhari No. 3455 dan Muslim No. 1842
([3]) HR. Bukhari No. 3535 dan Muslim No. 2286
([5]) HR. Bukhari No. 6503 dan Muslim No. 2591
([8]) HR. Tirmidzi No. 2219. Dia mengatakan hadits ini sahih
([9]) HR. Ahmad No. 20428. Syu’aib Al-Arnatuh berkata hadits ini lemah
([11]) HR. Ahmad No. 23358. Syu’aib Al-Arnauth mengatakan hadits ini sahih
([12]) HR. Tirmidzi No. 2219. Dia mengatakan hadits ini sahih
([13]) Lihat: Al-Mutanabbiuun Fii Al-Islaam hal: 182-185
([14]) Lihat: Al-Mutanabbiuun Fii Al-Islaam hal: 187-191
([16]) HR. Bukhari No. 3621 dan Muslim No. 22274
([18]) Al-Bidayah Wa An-Nihayah 7/259
([19]) HR. Abu Dawud At-Thayalisi No. 1410 dan Siyar A’lam An-Nubala’ 3/114
([20]) Lihat: Al-Mutanabbiuun Fii Al-Islaam hal: 192-195
([21]) HR. Al-Baihaqi No. 17630
([22]) HR. Bukhari no. 5752 dan Muslim no. 220
([23]) Tarikh Ar-Rusul Wa Al-Muluk 3/261
([24]) Lihat: Al-Mutanabbiuun Fii Al-Islaam hal: 205
([25]) Lihat: Al-Mutanabbiuun Fii Al-Islaam hal: 206-209
([26]) Al-Bidayah Wa An-Nihayah 6/321
([27]) Lihat: Al-Mutanabbiuun Fii Al-Islaam hal: 209
([28]) HR. Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir No. 232
([29]) Lihat: Al-Mutanabbiuun Fii Al-Islaam hal: 286-289
([30]) https://id.wikipedia.org/wiki/Mirza_Ghulam_Ahmad