Tatkala Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām membangun Ka’bah bersama putranya Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām. merekapun berdo’a:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Yā Rabb kami, terimalah amalan shalih kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah : 127)
Kemudian Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām bermukim di Mekkah dan memiliki banyak anak. Sebagai seorang Nabi, beliau berdakwah di jalan Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Hingga akhirnya tegaklah tauhid di kota Mekkah.
Setelah Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām meninggal dunia, Ka’bah dan kepengurusan Ka’bah dipegang oleh kabilah Jurhum (kabilah dari istrinya) dan tidak dipegang oleh anak-anaknya Ismā’īl ‘alayhissalām. Mereka menguasai Ka’bah dalam waktu yang lama. Orang-orang Arab saat itu mengagungkan Ka’bah berkat dakwah Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām dan Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām serta doa mereka sehingga orang dari pelbagai penjuru jazirah Arab berbondong-bondong mengunjungi Ka’bah. Mereka beribadah mendatangi Ka’bah. Hal ini membuktikan bahwa dakwah tauhid sudah ada sejak zaman Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām dan Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām.
Akan tetapi saat kepengurusan Ka’bah dipegang oleh kabilah Jurhum, seiring berjalannya waktu mulailah terjadi penyimpangan-penyimpangan sebagaimana yang disebutkan oleh para ahli sejarah. Mereka mulai tidak amanah. Banyak orang yang datang ke Ka’bah membawa hadiah, kemudian memasukkannya ke dalam Ka’bah, tetapi hadiah-hadiah tersebut dicuri oleh kabilah Jurhum. Demikian kondisi mereka.
Saat itu berbagai macam kemaksiatan dan kezhaliman terjadi, sedangkan kesyirikan belum terjadi. Sampai-sampai telah terjadi hal yang sangat parah, yaitu perzinaan di dalam Ka’bah yang dilakukan oleh 2 orang pemuda pemudi yang bernama Isaaf dan Nailah. Mereka datang ke Ka’bah kemudian berzina di dalam Ka’bah, Allāh Subhānahu wa Ta’āla kemudian mengutuk mereka berdua menjadi batu. Lalu patung Isaaf dan Nailah ini salah satunya diletakkan di Bukit Shafa dan satunya diletakkan di Bukit Marwa, di mana saat itu sudah ada syariat sa’i.
Seiring berjalannya waktu, kedua patung ini akhirnya disembah. Subhānallah, sungguh sangat ironi, dan betapa merajalelanya kebodohan saat itu. Dua orang ini dikutuk oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjadi patung di dalam Ka’bah namun malah disembah oleh orang Arab jahiliyyah tatkala itu. Demikianlah kezhaliman terus berlangsung di Mekkah karena Ka’bah dan kota Mekkah dikuasai oleh kabilah Jurhum.
Sampai akhirnya datanglah kabilah yang lain dari negeri Yaman yang berhijrah ke kota Mekkah dengan pemimpinnya Tsa’labah bin ‘Amr bin ‘Aamir. Dia meminta izin kepada kabilah Jurhum untuk tinggal bersama mereka di Mekkah. Akan tetapi mereka tidak diizinkan oleh kabilah Jurhum padahal sama-sama dari Yaman.
Tsa’labah tidak terima, dia kemudian mengumpulkan kabilahnya lalu mengadakan peperangan melawan kabilah Jurhum. Akhirnya kabilah Jurhum pun bisa dikalahkan dan kekuasaan saat itu berpindah ke tangan Tsa’labah bin ‘Amr dan para pengikutnya. Tak lama kemudian, Tsa’labah ditimpa penyakit dan pergi berobat ke negeri Syam. Dia menyerahkan kekuasaan kota Mekkah dan kepengurusan Ka’bah kepada keponakannya yang bernama Rabii’ah bin Hāritsah bin ‘Amr, yang kaumnya mengebalnya dengan Khuza’ah. Sehingga setelah kabilah Jurhum menguasai Ka’bah, kekuasaan pun berpindah kepada kabilah yang lain yaitu kabilah Khuza’ah. (lihat As-Siroh An-Nabawiyah fi dhou’ Al-Mashodir Al-Ashliyah hal 62)
Di zaman kabilah Khuza’ah inilah terjadi kesyirikan dahsyat yang dibawa oleh pemimpin mereka yang bernama ‘Amr bin Luhay Al-Khuzā’i. Kabilah Khuza’ah ini menguasai Ka’bah sekitar 300 tahun -atau sampai 500 tahun menurut sebagian sejarawan-.
Dimanakah anak keturunannya Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām pada saat itu? Anak keturunan Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām adalah orang-orang (suku) Quraisy. Saat peperangan pecah di antara kabilah-kabilah dalam memperebutkan Ka’bah, anak keturunan Ismā’īl ‘alayhissalām menjauh dan tidak mengikuti peperangan. Di masa pemerintahan Khuza’ah menguasai Ka’bah, muncul seorang diantara mereka yang bernama Qushay bin Kilāb yang merupakan kakek moyang Nabi Muhammad ﷺ.
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 05-01-1439 H / 25-09-2017 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com