Sejarah Yahudi (Bani Israil)
-Bagian Kedua-
Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc, MA
Baca artikel sebelumnya: Bagian Pertama
Setelah nabi Musa dan kaum Bani Israil selamat, para ulama tafsir mengatakan bahwa timbul sifat keras kepala dan ngeyelnya Bani Israil. Setelah mereka selamat, mereka menduga bahwa Fir’aun belum meninggal. Maka kemudian nabi Musa ‘alaihissalam berdoa kepada Allah agar jasad Fir’aun diselamatkan. Maka Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir’aun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS. Yunus : 91)
Barulah mereka kaum Bani Israil percaya tatkala melihat jasad Fir’aun bahwa dia telah meninggal.
Setelah mereka selamat dari kejaran Fir’aun, Allah menceritakan apa yang selanjutnya mereka lakukan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138)
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS. Al-A’raf : 138)
قَالَ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَهًا وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (140)
“Musa menjawab: “Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.” (QS. Al-A’raf : 140)
Ayat ini lagi-lagi menunjukkan betapa keras kepala dan membangkangnya Bani Israil. Baru saja Allah menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan memperlihatkan kepada mereka mukjizat yang begitu banyak, akan tetapi mereka meminta untuk dibuatkan berhala. Para ulama menyebutkan bahwa penyebab rusaknya akidah dan jeleknya akhlak mereka adalah karena selama ratusan tahun mereka ditindas oleh orang-orang Mesir. Sedangkan orang-orang Mesir waktu itu adalah musyrikin, sehingga interaksi mereka terhadap Bani Israil itu memberikan pengaruh dimana mereka Bani Israil sering melihat bagaimana ritual beribadahnya orang-orang Mesir kepada berhala-berhalanya, sehingga membuat akidah Bani Israil pun rusak.
Setelah itu nabi Musa ‘alaihissalam membawa Bani Israil ke Bitul Maqdis di Palestina untuk hidup kembali di kampung nenek moyang mereka yaitu Ya’qub ‘alaihissalam. Tatkala mereka telah sampai di Baitul Maqdis, ternyata di dalamnya terdapat bangsa yang lain yang kuat-kuat. Maka nabi Musa memerintahkan mereka untuk berjihad melawan orang-orang tersebut. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ (20)
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain“. (QS. Al-Maidah : 20)
Sebelum nabi Musa ‘alaihissalam memerintahkan Bani Israil untuk berjihad, nabi Musa mengingatkan kepada mereka tentang seluruh nikmat-nimat yang Allah berikan kepada mereka. terjadilah percakapan antara nabi Musa dan kamunya. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata,
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (21)
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah : 21)
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ (22)
“Mereka (Bani Israil) berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya“. (QS. Al-Maidah : 22)
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (23)
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman“. (QS. Al-Maidah : 23)
Para ulama menyebutkan salah dari kedua orang yang menasehati Bani Israil adalah Yusya’ bin Nun.
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ (24)
“Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja“. (QS. Al-Maidah : 24)
Pada ayat ini kembali menunjukkan membangkannya Bani Israil kepada nabi Musa ‘alaihissalam. Mereka pun kemudian menyuruh nabi Musa ‘alaihissalam dan Allah yang memerangi orang-orang tersebut. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (25)
“Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu“. (QS. Al-Maidah : 25)
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (26)
“Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu“. (QS. Al-Maidah : 26)
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa banyak pendapat tentang siapakah orang-orang جَبَّارِينَ (orang perkasa) tersebut. Akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa mereka adalah orang biasa dari bangsa lain. Sehingga pendapat yang mengemukakan bahwa orang yang ada di dalam Baitul Maqdis adalah raksasa yang tingginya mencapai 3333 hasta atau sekitar dua kilometer adalah dongeng belaka dan tidak benar. Ibnu Katsir membantah keterangan ini karena bertentangan dengan hadits yang sahih. Disebutkan dalam hadits sahih bahwa manusia tertinggi adalah nabi Adam ‘alaihissalam dengan tinggi 60 hasta dan senantiasa manusia itu semakin mengecil. Maka jika ada yang yang mengatakan bahwa ada manusia yang lebih tinggi dari pada nabi adam ‘alaihissalam, maka hal itu tidak benar.
Akhirnya nabi Musa ‘alaihissalam tidak dapat masuk ke Baitul Maqdis, dan tersesat bersama kaumnya. Dalam masa tersebut, banyak mukjizat yang Allah sebutkan di dalam Alquran. Oleh karena itu di antara hikmah Allah menjadikan setelah surah Al-Fatihah adalah surah Al-Baqarah adalah untuk mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang Yahudi ini adalah bangsa yang sangat berbahaya dan menjadi kaum yang dimurkai oleh Allah. Di dalam surah Al-Baqarah menyebutkan tentang dua musuh yang sangat berbahaya yaitu orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi. Yang tepat untuk kita katakan sebagai orang yang munafik adalah seorang muslim yang liberal. Sedangkan orang Yahudi dikabarkan kepada kita karena mereka adalah orang yang berbahaya, sehingga disebutkan dalam hadits-hadits sahih bahwa pada hari menjelang kiamat, yang menjadi musuh umat islam adalah orang-orang Yahudi.
Salah satu kejadian yang menunjukkan mukjizat diperlihatkan kepada Bani Israil tatkala dalam masa tersesat ada yaitu tatkala kaumnya nabi Musa kehausan dan meminta nabi Musa berdoa agar diberikan air. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (60)
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah : 60)
Kemudian tatkala mereka meminta makan, maka nabi Musa ‘alaihissalam pun berdoa meminta makanan kepada Allah. Maka Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (57)
“Dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah : 57)
Ibnu Abbas menuturkan tentang manna dan salwa dengan mengatakan,
كَانَ الْمَنُّ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ عَلَى الْأَشْجَارِ. }تفسير ابن كثير ت سلامة (1/ 267{(
“Yaitu manna adalah makan yang turun kepada mereka langsung dari langit di atas pohon.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/267)
السَّلْوَى طَائِرٌ شَبِيهٌ بالسُّمَّانى، كَانُوا يَأْكُلُونَ مِنْهُ. }تفسير ابن كثير ت سلامة (1/ 271{(
“Salwa adalah seperti burung dari langit, mereka memakan dari burung tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/271)
Akan tetapi kemudian kaum Bani Israil merasa bosan dengan makanan manna dan salwa. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (61)
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah : 61)
Manna dan Salwa merupaka makanan yang spesial yang langsung turun dari langit oleh Allah, akan tetapi mereka keras kepala dan meminta makanan yang bisa mereka dapatkan di kota-kota.
Mukjizat lain Allah sebutkan tatkala ada salah seorang di antara mereka terbunuh dan tidak diketahui siapa yang membunuhnya. Maka Allah memerintahkan mereka untuk menyembelih seekor sapi untuk mengetahui siapa yang membunuhnya, akan tetapi mereka merasa di ejek oleh nabi Musa. Akhirnya mereka asalnya tidak mau melakukan perintah tersebut sehingga mereka bertanya-tanya. Maka Allah mempersulit urusan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (67) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ (68) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ (69) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ (70) قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ (71) وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (72) فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِ اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (73)
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya”. Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)”. Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya”. Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya”. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (QS. Al-Baqarah : 67-73)
Maka tatkala bagian sapi yang disembelih dan dipukulkan kepada mayat tersebut, maka berbicaralah orang mati tersebut tentang siapa yang membunuhnya. Ini merupakan mukjizat yang disaksikan oleh Bani Israil.
Di antara semua mukizat yang Allah tampakkan kepada mereka, ternyata mereka pun masih keras kepala dan tidak mau beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan nabi Musa ‘alaihissalam, sampai mereka bisa melihat Allah secara langsung. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang balasan dari perkataan mereka,
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (55)
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya“. (QS. Al-Baqarah : 55)
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (56)
“Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah : 56)
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ (153(
“Ahli Kitab (orang Yahudi) meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Maka mereka disambar petir karena kezaliman mereka.” (QS. An-Nisa : 153)
Kondisi ini sama seperti orang-orang musyrikin yang pernah meminta permintaan yang aneh kepada nabi Muhammad ﷺ yaitu untuk diturunkan Alkitab dari langit.
أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ (93(
“(Kami tidak akan mempercayaimu Muhammad sampai) atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca”. (QS. Al-Isra’ : 93)
Permintaan orang-orang Yahudi sama anehnya dengan permintaan orang musyrikin. Maka Allah mematikan mereka semua lalu menghidupkan mereka kembali agar mereka sadar, akan tetapi ternyata mereka tidak sadar.
Kemudian nabi Musa ‘alaihissalam dipanggil oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menerima kitab Taurat. Berangkatlah nabi Musa ‘alaihissalam dan meninggalkan kaumnya bersama nabi Harun ‘alaihissalam untuk mengawasi mereka. Tatkala ditinggal nabi Musa ‘alaihissalam, ternyata jiwa kesyirikan kaumnya nabi Musa muncul dengan membuat patung sapi untuk disembah. Maka datanglah nabi Harun ‘alaihissalam menegur mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (90)
“Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku“. (QS. Taha : 90)
قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى (91)
“Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami“. (QS. Taha ; 91)
Ketika nabi Musa ‘alaihissalam telah kembali dengan membawa taurat, dan kemudian melihat kesyirikan tersebut, maka nabi Musa ‘alaihissalam pun marah kepada nabi Harun. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (150)
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim“. (QS. Al-A’raf : 150)
Saking marahnya nabi Musa ‘alaihissalam, beliau melemparkan Taurat yang berisi firman Allah yang baru saja diambilnya. Hal ini menunjukkan tatkala seseorang bertauhid kepada Allah, pasti akan merasa jengkel dan tidak senang tatkala melihat kesyirikan sebagaimana yang dialami oleh nabi Musa ‘alaihissalam.
Setelah itu, Allah menyuruh mereka bertaubat dengan taubat yang cukup berat. Allah memerintahkan mereka untuk membunuh diri-diri merka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (54)
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak lembu (sebagai sembahan), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang“. (QS. Al-Baqarah : 54)
Para ahli tafsir menyebutkan cara taubat yang dimaksud dalam ayat ini. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa orang-orang yang menyembah sapi tersebut didudukkan di malam hari. Kemudian orang-orang yang mendegarkan nasihat nabi Harun untuk tidak menyembah berhala, masing-masing diberikan pisau. Maka diperintahkan kepada mereka untuk menikam orang-orang yang berbuat kesyirikan tersebut.
Maka itulah serangkaian kejadian-kejadian tatkala nabi Musa ‘alaihissalam tersesat bersama kaumnya. Kemudian pada zaman tersesat tersebut, nabi Musa ‘alaihissalam meninggal dunia, begitu pula dengan nabi Harun dan seluruh orang dewasa yang diperintahkan untuk bejihad untuk masuk ke Baitul Maqdis telah meninggal dunia kecuali Yusya’ bin Nun. Maka Yusya’ bin Nun yang kemudian menjadi nabi pengganti nabi Musa ‘alaihissalam.
Yusya’ bin Nun adalah seorang pemuda yang menjadi pelayan nabi Musa ‘alaihissalam tatkala nabi Musa bersafar mencari nabi Khadir ‘alaihissalam. Dikisahkan bahwa tatkala Yusya’ bin Nun telah menjadi seorang nabi, dia pergi bersama sebagian Bani Israil untuk masuk ke Baitul Maqdis dengan melakukan peperangan terhadap orang yang tinggal di dalam Baitul Maqdis. Perlu untuk diketahui bahwa Yusya’ bin Nun adalah satu-satunya nabi yang Allah berikan karunia dengan memberhentikan matahari agar dapat menguasai Baitul Maqdis. Dikisahkan tatkala beliau hendak masuk dan menyerang ke Baitul Maqdis, ternyata waktu telah masuk waktu ashar dan sebentar lagi akan datang waktu malam. Sedangkan kode etik peperangan zaman dahulu itu adalah tidak boleh melakukan peperangan di malam hari. Akkhirnya Yusya’ bin Nun tidak ingin berhenti berperang, lalu dia berkata kepada matahari dan berdoa,
إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ، اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عليَّ }تفسير ابن كثير ت سلامة (3/ 80{(
“(Wahai matahari) Sesungguhnya engkau hanya mengikuti perintah Allah, dan aku juga diperintahkan. Ya Allah tahanlah matahari (untuk tidak terbenanm) untukku.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/80)
Maka Allah kemudian menahan matahari agar tidak tenggelam. Maka berperanglah Yusya’ bin Nun untuk mengalahkan mereka dan akhirnya dia menguasai Baitul Maqdis. Kemudian Allah memerintahkan mereka (Bani Israil) untuk masuk kedalam Baitul Maqdis. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ (58)
“Dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa (kami)”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik“. (QS. Al-Baqarah : 58)
Kata para ulama, sujud yang dimaksud pada ayat ini adalah ruku’ dan bukan sujud untuk menunjukkan rasa tawadhu. Akan tetapi Bani Israil melakukan pembangkangan lagi. Disebutkan bahwa akhirnya mereka masuk dengan cara membungkuk akan tetapi dengan arah terbalik yaitu berjalan mundur dengan menunjukkan bokong terlebih dahulu. Kemudian tatkala mereka diperintahkan masuk dengan mengucapkan حِطَّةٌ mereka ganti dengan حِنْطَةٌ yang berarti gandum. Lihatlah betapa sungguh luar biasa pembangkangan mereka terhadap perintah Allah Subhanahu wa ta’ala.
Para Ahli sejarah Bani Israil membagi periode sejarah mereka menjadi tiga periode. Periode pertama disebut sebagai masa para hakim. Ketika Yusya’ bin Nun menguasai Palestina, maka dia membagi wilayah palestina menjadi dua belas wilayah yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang hakim. Masa para hakim ini berlangsung cukup lama hingga masa nabi Samuel yang menjadi nabi terakhir pada masa ini sebelum berpindah ke masa kerajaan. Pada zaman para hakim ini sering terjadi pertikaian dan perang saudara antar dua belas wilayah. Tatkala pada masa nabi Samuel, para Bani Israil merasa bosan dengan diutusnya para nabi, sehingga mereka meminta nabi Samuel untuk berdoa agar diutus untuk mereka seorang raja agar mereka bisa berperang di jalan Allah. Maka Allah kirimkan Thalut menjadi raja untuk mereka. akan tetapi mereka memprotes keputusan Allah tersebut. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (247)
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 247)
Thalut dalam kitab Injil disebut Syaul. Maka masa ini menjadi akhir dari periode pengutusan hakim dan menjadi awal periode kedua yaitu masa kerajaan dengan Thalut sebagai raja mereka. Pada masa ini mulai bermunculan raja-raja, akan tetapi tetap ada nabi. Sehingga suatu waktu ada yang menjadi seorang nabi sekaligus seorang raja yaitu nabi Daud ‘alaihissalam. Pada periode kerajaan ini, kerajaan yang terakhir adalah kerajaan nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Mereka Bani Israil mencapai puncak kejayaan pada masa kerajaan nabi Sulaiman ‘alaihissalam dengan adanya Haikal Sulaiman di Baitul Maqdis.
Setelah nabi Sulaiman ‘alaihissalam meninggal dunia, terjadilah perang saudara di antara mereka. Para ahli sejarah Yahudi mengatakan bahwa pada waktu itu masuklah periode ketiga yaitu periode perpecahan. Perpecahan kerajaan Yahudi terbagi menjadi dua, yang pertama adalah Ruhbu’am bin Sulaiman dan yang kedua adalah Yurbuam bin Nubats. Ruhbu’am merupakan anak nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang ingin menggantikan posisi ayahnya. Kemudian orang-orang Yahudi akan menyetujuinya dengan syarat seluruh kewajiban nabi Sulaiman yang diwajibkan kepada mereka sebelumnya itu harus dihapuskan. Maka Ruhbu’am tidak mengikuti perintah mereka dan akhirnya membangun kerajaan sendiri karena taat kepada ayahnya. Kerajaan Ruhbu’am terdiri dari suku Yahudza dan suku Benyamin. Kerajaan ini disebut sebagai Daulah Yahudza yang dikenal belakangan dengan sebutan kerajaan Yahudi. Kemudian sepuluh suku yang lainnya bergabung kepada Yurbuam bin Nubats membuat kerajaan dengan nama Daulah Israil. Maka terpecahlah Yahudi menjadi dua kerajaan.
Setelah terpecahnya kerajaan menjadi dua, sering terjadi perkelahian di antara mereka. Akan tetapi sering juga kedua kerajaan bekerjasama tatkala ada bangsa lain yang hendak menyerang. Hal ini berajalan hingga ratusan tahun. Sampai pada akhirnya, datang suku dari luar yang menghacurkan kerajaan Yahudza dan Israil. Disebutkan dalam sejarah bahwa datang silih berganti raja-raja hingga pada masa Raja Bukhtanashar yang datang, dia pun mengusir mereka (orang yahudi) dari Palestina dan mereka menghancurkan Haikal Sulaiman. Dan pada masa ini pula Kitab Taurat hilang. Kemudian setelah itu datang pula orang-orang Mesir menguasai Palestina dan kembali mengusir orang-orang Yahudi. Kemudian datang lagi raja dari Persia yang mengembalikan orang-orang Yahudi tinggal di Palestina. Kemudian datang lagi raja dari Romawi mengusir kerajaan Persia dan orang-orang Yahudi. Pada masa kerajaan romawi ini, Haikal Sulaiman dihancurkan untuk kedua kalinya dan menyisakan satu tembok untuk orang Yahudi yg hanya boleh mendatanginya satu kali dalam setahun, yang saat ini disebut sebagai tembok ratapan.
Terdapat sebuah berita yang tidak benar lagi tidak berguna di internet bahwasanaya ada seorang ilmuan dari Indonesia yang mengatakan bahwa Haikal Sulaiman itu adalah Candi Borobudur. Kalau pun benar itu Haikal Sulaiman, maka tentunya orang-orang Israel pasti akan ke Indonesia untuk merebutnya. Juga kalau itu benar Haikal Sulaiman, maka akan ditemui keturunan Yahudi atau mirip seperti mereka di daerah Magelang, akan tetapi orang-orang disekitar sana adalah orang-orang asli keturunan Indonesia. Maka kita katakan bahwa pendapat tersebut adalah kedustaan yang besar. Karena Haikal Sulaiman ada di Israel yang orang-orang Yahudi kunjungi setiap tahunnya menangis di tembok ratapan tersebut. Saya meyakini bahwa patung-patung yang ada di Candi Borobudur dahulunya adalah orang-orang musyrikin yang Allah siksa mereka dengan dibenamkan kedalam tanah dan menjadikan mereka patung-patung. Yang kemudian digali lagi saat ini untuk menghidupkan kesyirikan yang pernah ada.
Oleh karena dari tembok itulah mereka orang-orang Yahudi ingin mendirikan negara Israel Raya. Mereka meyakini bahwa mereka harus membangun negera di atas sisa tembok Haikal tersebut. Maka dari itu mereka orang-orang Yahudi berusaha menguasai Palestina karena secara agama mereka meyakini bahwa dengan menguasai negara tersebut adalah awal kejayaan untuk membangun kembali kerajaan Sulaiman. Maka kedustaan besar yang dilakukan oleh sebagian besar tokoh agama di Indonesia dengan mengatakan bahwa pertempuran antara kaum muslimin dengan orang yahudi adalah perang saudara. Sesungguhnya pertempuran yang terjadi di antara kaum muslimin dan orang-orang Yahudi adalah karena urusan agama. Secara kebangsaan juga membuktikan bahwa orang-orang Arab Palestina tidak pernah menjadi saudara orang-orang Yahudi. Ketahuilah bahwa pernyatan-pernyataan seperti ini sangatlah berbahaya karena akan membuat kita tidak peduli dengan kejadian tersebut. Padahal saudara-saudara kita seiman sedang dibantai di sana.
Maka tatkala orang-orang Yahudi ditindas secara berulang-ulang oleh bangsa-bangsa lain, muncullah seseorang pada tahun kurang lebih 1700-an yang memiliki ide untuk mengumpulkan seluruh orang-orang Yahudi untuk kembali lagi ke Israel dan merebutnya. Maka kemudian pada tahun 1940 berdirilah negara Israel Raya dengan bantuan Inggris dan Amerika.
Inilah serangkaian kisah sejarah Yahudi.
Jazakallahu khairan. Baarakallahu fiik
MaasyaaAllah, barakallahu fiikum ustadz