Merupakan perkara yang konyol dan lucu adalah perkataan sebagian ASWAJA atau sebagian Jahmiyah bahwasanya pembagian tauhid menjadi tiga, (1) Tauhid Ar-Rububiyah, (2) Tauhid Al-‘Uluhiyah/al-‘Ubudiyah, dan (3) Tauhid al-Asmaa’ wa as-Sifaat, adalah sama dengan aqidah TRINITAS kaum Nasrani yang meyakini Allah terdiri dari 3 oknum.
Yang lebih lucu lagi mereka masih terus menganggap bahwa pernyataan mereka ini adalah hujjah yang sangat kuat untuk membantah salafiyin, padahal ini adalah hujjah yang sangat konyol dan sangat…sangat…sangat…tidak nyambung. Apakah semua yang dibagi menjadi tiga sama dengan trinitas??. Akan tetapi begitulah sebagian ASWAJA yang mencari dalil apa saja yang penting bisa membantah salafiyin (Aswaja yang sesungguhnya) !!!
Pernyataan ini (bahwasanya pembagian tauhid menjadi tiga sama dengan trinitas) digembar-gemborkan oleh seorang yang bernama Hasan ‘Alawi As-Saqqoof, seorang pengikut faham Jahmiyah dalam kitabnya التَّنْدِيْدُ بِمَنْ عَدَّدَ التَّوْحِيْدَ، إِبْطَالُ مُحَاوَلَةِ التَّثْلِيْثِ فِي التَّوْحِيْدِ وَالْعَقِيْدَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ (artinya : Pengungkapan kebatilan orang yang membagi tauhid, pembatalan usaha trinitas dalam tauhid dan aqidah Islamiyah)
Beliau ini dikenal tukang dusta, terlalu banyak dusta yang ia sampaikan, bahkan berdusta dihadapan khalayak ramai (di stasiun televisi), silahkan baca (http://www.saaid.net/Doat/Zugail/303.htm), demikian juga tidak amanahnya Hasan As-Saqqoof terhadap kitab-kitab para ulama sebagaimana dibongkar oleh Muhammad Sa’id Al-Katsiiri dalam kitabnya عَبَثُ أَهْلِ الأَهْوَاءِ بِتُرَاثِ الأُمَّةِ وَوَقَيْعَتُهُمْ فِي عُلَمَائِنَا نَظْرَةٌ تَطْبِيْقِيَّةٌ فِي كُتُبِ حَسَن بْنِ عَلِي السَّقَّافِ (inti buku ini adalah menunjukkan contoh praktek-praktek nyata ketidakamanahan Hasan As-Saqqof terhadap buku-buku para ulama, dan sikapnya yang menjatuhkan para ulama : silahkan di download di http://ia700302.us.archive.org/22/items/waq85152/85152.pdf), buku ini diberi pengantar oleh Syaikh yang alim yang juga berasal dari satu suku dengan Hasan As-Saqqoof, yaitu syaikh yang bernama Abdul Qoodir ‘Alawi As-Saqqoof hafizohulloh)
Adapun buku At-Tandiid tersebut maka telah dibantah secara khusus oleh Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr hafizohulloh dalam kitabnya الْقَوْلُ السَّدِيْدُ فِي الرَّدِّ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ تَقْسِيْمَ التَّوْحِيْدِ (yang artinya : Perkataan yang Tepat dalam Membantah Orang yang Mengingkari Pembagian Tauhid, silahkan didownload di http://ia701206.us.archive.org/24/items/waq34288/34288.pdf)
Untuk membantah hujjah konyol ini maka ada beberapa perkara yang perlu diperhatikan :
PERTAMA : Maksud dari pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu mentauhidkan Allah dalam (1) Rububiyahnya, dalam (2) Uluhiyahnya, dan dalam (3) Asmaa dan SifaatNya.
– Tauhid ar-Rubuubiyah artinya Mengesakan Allah dalam hal penciptaan, pemilikan dan pengaturan. Yaitu meyakini bahwa Allah Maha Esa dan tidak ada dzat lain yang ikut nimbrung membantu Allah dalam hal penciptaan, penguasaan, dan pengaturan.
– Tauhid al-Uluhiyah : Mengesakan Allah dalam peribadatan hamba kepadaNya. Artinya Allah Maha Esa dalam penyembahan, maka tidak ada dzat lain yang boleh untuk ikut serta disembah disamping penyembahan terhadap Allah
– Tauhid al-Asmaa wa as-Sifaat : Mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifatnya. Artinya tidak ada dzat lain yang menyamai sifat-sifat Allah yang maha sempurna.
Jika kita bertanya kepada kaum muslimin secara umum tentang tiga makna tauhid di atas, maka secara umum tidak ada yang menolak, karena Allah memang Maha Esa dalam ketiga hal di atas. Lantas kenapa harus ada pengingkaran jika maknanya disetujui dan disepakati..??
KEDUA : Tauhid asalnya tidaklah diterima kecuali tauhid yang satu. Karena asalnya (1) Rob yang berhak disembah adalah (2) Rob yang maha Esa dalam penciptaan, dan juga (3) Maha sempurna sifat-sifatnya. Jika ada Rob yang tidak maha esa dalam penciptaan atau tidak sempurna sifat-sifatnya maka dia tidak berhak untuk disembah. Karenanya asalnya bahwa tauhid tidaklah menerima pembagian. Ketiga makna tauhid di atas harus terkumpulkan menjadi satu. Lantas kenapa ada pembagian??!!
Makhluklah (yaitu kaum musyrikin) yang telah melakukan pembagian, sehingga mereka hanya mengimani dan mengerjakan sebagian dari makna tauhid.
Allah berfirman :
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam Keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)” (QS Yusuf : 106)
Para salaf dan para ahli tafsir telah sepakat bahwa makna ayat ini adalah kaum musyrikin arab mengakui dan mengimani bahwasanya Allah Maha Esa dalam penciptaan dan pengaturan, akan tetapi mereka berbuat kesyirikan dengan beribadah juga kepada selain Allah. (Silahkan baca kembali penjelasan panjang lebar disertai nukilan-nukilan dari salaf dan para mufassir di artikel ini “Persangkaan Abu Salafy Al-Majhuul Bahwasanya Kaum Musyrikin Arab Tidak Mengakui Rububiyyah Allah“
Ayat ini menunjukkan bahwa kaum musyrikin Arablah yang membagi tauhid kepada Allah, sehingga hanya mengimani sebagian tauhid (yaitu tauhid rububiyah) dan berbuat syirik dalam tauhid al-uluhiyah.
Allah juga berfirman
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah) (QS Al-‘Ankabuut : 65)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya dalam kondisi gawat kaum musyrikin mengesakan (tidak membagi) tauhid mereka sehingga ikhlas berdoa kepada Allah, akan tetapi tatkala mereka diselamatkan di daratan mereka kembali lagi melakukan pembagian tauhid dan menyimpang dalam tauhid al-uluhiyah.
Dan dalil-dalil yang menunjukkan akan keimanan kaum musyrikin terhadap tauhid ar-rububiyah sangatlah banyak, sebagaimana telah saya sampaikan pada link diatas.
Perhatikan : Syari’at tidak ingin tauhid dipisah-pisahkan, bahkan ingin agar tauhid merupakan seusatu yang satu kesatuan. Hanya saja timbul penyimpangan dari kaum musyrikin yang memecah dan membagi tauhid, dimana mereka beriman kepada sebagian makna tauhid dan mengingkari sebagian yang lain. Maka datanglah syari’at untuk meluruskan mereka sehingga menjelaskan dengan cara membagi antara keimanan mereka yang benar (tauhid ar-rububiyah) dan keimanan mereka yang salah dalam tauhid (yaitu tauhid al-uluhiyah). Sehingga sering kita dapati bahwasanya Al-Qur’an berhujjah dengan keimanan mereka terhadap tauhid ar-rububiyah agar mereka meluruskan tauhid mereka yang salah dalam tauhid al-uluhiyah. Seperti firman Allah
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqoroh : 21-22)
Dalam ayat ini Allah berhujjah dengan pengakuan kaum musyrikin dan keimanan mereka terhadap Rububiyah Allah agar mereka juga mentauhidkan Allah dalam uluhiyah/peribadatan.
Intinya : Pembagian tauhid nampak dan muncul pada makhluk lalu datanglah syari’at berusaha memperbaiki dan meluruskan pemahaman mereka yang keliru tentang tauhid. Jadilah timbul pembagian tauhid dalam syari’at yang memiliki 2 fungsi, (1) dalam rangka penjelasan dan (2) dalam rangka menjaga tauhid dari kesalahpahaman
KETIGA : Karenanya pembagian tauhid ini bukanlah penimbulan/pemunculan suatu makna baru yang tidak ada di zaman salaf, akan tetapi hanyalah pembaharuan dalam istilah atau metode penjelasan dan pemahaman. Karena kalau pembagian ini dikatakan bid’ah maka terlalu banyak penamaan dan pembagian yang kita hukumi sebagai bid’ah juga. Sebagai contoh misalnya pembagian para ulama bahwasanya hukum taklifi terbagi menjadi 5 (wajib, mustahab, mubah, makruh, dan haram). Tentunya pembagian ini tidak terdapat dalam pembicaraan sahabat. Akan tetapi setelah diteliti dalil-dalil yang ada jelas bahwa kesimpulan hukum-hukum taklifi tidaklah keluar dari 5 hukum tersebut.
KEEMPAT : Pembagian tauhid adalah perkara ijtihadiah, tergantung cara seorang mujtahid dalam meng “istiqroo’ dalil-dalil, sehingga berkesimpulan bahwa tauhid terbagi menjadi berapa?.
Karenanya kita dapati :
– Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja, yaitu :تَوْحِيْدُ الْمَعْرِفَةِ وَالْإِثْبَاتِ dan تَوْحِيْدُ الطَّلَبِ وَالْقَصْدِ.
– Ada juga yang membagi dua dengan ibarat yang lain, yaitu : التَّوْحِيْدُ الْعِلْمِيِّ الْخَبَرِيِّ dan التَّوْحِيْدِ الطَّلَبِيِّ الإِرَادِيِّ
– Ada juga yang mengungkapkan dengan ibarat yang lain, yaitu : تَوْحِيْدُ الإِعْتِقَادِ dan تَوْحِيْدُ الْعَمَلِ
– Kita dapati juga ada sebagian orang yang membagi tauhid menjadi 4, seperti Ibnu Mandah yang membagi tauhid menjadi : (1) Tauhid Al-Uluhiyah, (2) Tauhid Ar-Tububiyah, (3) Tauhid al-Asmaa’, dan (4) Tauhid As-Sifaat.
– Demikian juga ada yang membagi tauhid menjadi empat dengan menambahkan tauhid yang ke (4) Tauhid Al-Haakimiyah.
Yang menjadi permasalahan bukanlah pembagian, akan tetapi content/isi dan kandungan dari pembagian tersebut, apakah benar menurut syari’at atau tidak??!! Inilah yang menjadi permasalahan, bukan masalah pembagian tauhid menjadi dua atau tiga atau empat, atau lebih dari itu.
KELIMA : Ternyata kita dapati para ulama terdahulu –jauh sebelum Ibnu Taimiyyah- telah membagi tauhid menjadi tiga. Hal ini jelas membantah pernyataan mereka bahwa pembagian tauhid menjadi tiga adalah kreasi Ibnu Taimiyyah rahimahullah di abad ke 8 hijriyah. Syaikh Abdurrozzaq hafizohulloh telah menukil perkataan para ulama salaf jauh sebelum Ibnu Taimiyyah yang membagi tauhid menjadi tiga. Diantara para ulama tersebut adalah :
(1) Al-Imam Abu Abdillah ‘Ubaidullahi bin Muhammad bin Batthoh al-‘Akburi yang wafat pada tahun 387 H, dalam kitabnya Al-Ibaanah.
(2) Al-Imam Ibnu Mandah yang wafat pada tahun 395 Hijriyah dalam kitabnya “At-Tauhid”.
(3) Al-Imam Abu Yusuf yang wafat pada tahun 182 H (silahkan merujuk kembali kitab al-qoul as-sadiid)
KEENAM : Ternyata kita juga dapati ahlul bid’ah juga telah membagi tauhid
Pertama : Kaum Asyaa’roh juga membagi tauhid menjadi 3, mereka menyatakan bahwa wahdaniah (keesaan) Allah mencakup tiga perkara, ungkapan mereka adalah:
إن الله واحد في ذاته لا قسيم له وواحد في صفاته لا نظير له، وواحد في أفعاله لا شريك له
“Sesungguhnya Allah (1) maha satu pada dzatnya maka tidak ada pembagian dalam dzatNya, (2) Maha esa pada sifat-sifatNya maka tidak ada yang menyerupai sifat-sifatnya, dan (3) Maha esa pada perbuatan-perbuatanNya maka tidak ada syarikat bagiNya.
Salah seorang ulama terkemukan dari Asyaa’iroh yang bernama Ibrahim Al-Laqqooni berkata :
“Keesaan (ketauhidan) Allah meliputi tiga perkara yang dinafikan :
… “Keesaan” dalam istilah kaum (Asyaa’iroh) adalah ungkapan dari tiga perkara yang dinafikan :
“(1) Dinafikannya berbilang dari Dzat Allah, artinya Dzat Allah tidak menerima pembagian….
(2) Dinafikannya sesuatu yang serupa dengan Allah, maksudnya tidak ada perbilangan dalam dzat atau salah satu sifat dari sifat-sifatNya…
(3) Dinafikannya penyamaan Allah dengan makhluk-makhluk yang baru…”
(Hidaayatul Muriid Li Jauharot At-Tauhiid, Ibraahim Al-Laqqooni. 1/336-338)
Ulama besar Asya’iroh yang lain yaitu Al-Baajuuri rahimahullah berkata :
“Kesimpulannya bawhasanya wahdaniah/keesaan/ketauhidan Allah yang mencakup (1) Keesaan pada Dzat, (2) Keesaan pada sifat-sifat Allah, dan (3) Keesaan pada perbuatan-perbuatanNya…”
(Hasyiat Al-Imam Al-Baijuuri ‘alaa Jauharot At-Tauhiid, hal 114)
Kedua : Abu Hamid Al-Gozali menyatakan bahwa tauhid yang berkaitan dengan kaum muslimin ada 3 tingakatan, karena beliau membagi tauhid menjadi 4 tingkatan, dan tingkatan pertama adalah tingkatan tauhidnya orang-orang munafik.
Adapun tingkatan-tingakatan yang berikutnya :
(1) Tauhidul ‘awaam تَوْحِيْدُ الْعَوَّام (Tauhidnya orang-orang awam)
(2) Tauhidul Khoosoh تَوْحِيْدُ الْخَاصَّةِ (Tauhidnya orang-orang khusus, مَقَامُ الْمُقَرّبِيْنَ) dan
(3) Tauhid Khoosotil Khooshoh تَوْحِيْدُ خَاصَّةِ الْخَاصَّةِ (Tauhidnya orang-orang super khusus مُشَاهَدَةُ الصِّدِّيْقِيْنَ)
Beliau rahimahullah berkata :
للتوحيد أربع مراتب …
فالرتبة الأولى من التوحيد هي أن يقول الإنسان بلسانه لا إله إلا الله وقلبه غافل عنه أو منكر له كتوحيد المنافقين
“Tauhid memiliki 4 tingkatan…tingkatan pertama dari tauhid adalah seseorang mengucapkan dengan lisannya laa ilaah illallah akan tetapi hatinya lalai darinya atau mengingkarinya, sebagaimana tauhidnya orang-orang munafiq”
Lalu Al-Gozali menyebutkan 3 tingkatan tauhidnya kaum muslimin, ia berkata :
والثانية أن يصدق بمعنى اللفظ قلبه كما صدق به عموم المسلمين وهو اعتقاد العوام
(1) Yang kedua : Yaitu ia membenarkan makna lafal laa ilaaha illallahu dalam hatinya sebagaimana pembenaran orang-orang awam kaum muslimin, dan ini adalah aqidahnya orang-orang awam
والثالثة أن يشاهد ذلك بطريق الكشف بواسطة نور الحق وهو مقام المقربين وذلك بأن يرى أشياء كثيرة ولكن يراها على كثرتها صادرة عن الواحد القهار
(2) Yang Ketiga : Yaitu dengan metode Kasyf (pengungkapan) dengan perantara cahaya Allah, dan ini adalah orang-orang muqorrobin (yang didekatkan), yaitu jika ia melihat sesuatu yang banyak akan tetapi ia melihatnya –meskipun banyak- timbul dari dzat Yang Maha Satu Yang Maha Kuasa
والرابعة أن لا يرى في الوجود إلا واحدا وهي مشاهدة الصديقين وتسميه الصوفية الفناء في التوحيد لأنه من حيث لا يرى إلا واحدا فلا يرى نفسه أيضا وإذا لم ير نفسه لكونه مستغرقا بالتوحيد كان فانيا عن نفسه في توحيده بمعنى أنه فنى عن رؤية نفسه والخلق
(3) Yang Keempat : yaitu ia tidak melihat di alam wujud ini (alam nyata) ini kecuali hanya satu, dan ini adalah pengamatan orang-orang as-siddiqin. Dan kaum sufiah menamakannya al-fanaa dalam tauhid, karena ia tidaklah melihat kecuali satu, maka iapun bahkan tidak melihat dirinya sendiri. Dan jika ia tidak melihat dirinya dikarenakan tenggelam dalam tauhid maka ia telah sirna dari dirinya dalam mentauhidkan Allah, yaitu maknanya ia telah sirna tidak melihat dirinya dan tidak melihat makhluk” (Ihyaa ‘Ulumiddiin 4/245)
KETUJUH :Ternyata sebagian ulama Ahlul Kalaam juga mengenal istilah tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah,
Abu Mansuur Al-Maturidi (pendiri madzhab Al-Maturidiyah, wafat 333 H) dalam kitabnya At-Tauhid beliau berkata :
(Kitaab At-Tauhid, Abu Manshuur Al-Maturidi, tahqiq : DR Muhammad Aruusi, Terbitan Daar Shoodir, Beirut, hal 86)
KEDELAPAN : Kenapa harus pengingkaran besar-besaran terhadap pembagian tauhid menjadi tiga?. Rahasianya karena pembagian ini menjelaskan akan bedanya antara tauhid Ar-Rububiyah dengan tauhid Al-Uluhiyah. Dan barangsiapa yang mengakui tauhid Ar-rububiyah akan tetapi beribadah kepada selain Allah maka ia adalah seorang musyrik. Inilah pembagian yang mereka ingkari, mereka hanya ingin pembicaraan tauhid hanya pada dua model tauhid saja, yaitu tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-asmaa wa as-sifaat.
Karena dengan dibedakannya antara tauhid ar-rububiyah dan tauhid al-uluhiyah semakin memperjelas bahwa aqidah mereka tentang bolehnya berdoa kepada mayat-mayat penghuni kubur dan beristighotsah kepada para wali yang telah meninggal adalah kesyirikan yang nyata !!!
Mereka tidak mempermasalahkan jika seandainya tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid rububiyah dan tauhid al-asmaa wa as-sifaat, karena dalam buku-buku aqidah mereka ternyata memfokuskan pembicaraan pada dua model tauhid ini. Jika kita setuju pembagian tauhid hanya dua saja, maka bisa saja dikatakan ini adalah dualisme ketuhanan, sebagaimana penyembah dua dewa atau dua tuhan, dan ini juga kesyirikan. Sebagaimana trinitas adalah kesyirikan demikian juga dualisme ketuhanan juga terlarang
KESEMBILAN : Pembicaraan kaum Asya’iroh hanya terfokus dalam masalah tauhid Ar-Rububiyah, bahwasanya Allahlah satu-satunya pencipta.
Hal ini sangat nampak dari sikap mereka berikut ini
– Sebagian ulama mereka menafsirkan laa ilaah illallah pada makna rububiyah لاَ قَادِرَ عَلَى الاِخْتِرَاعِ إِلاَّ اللهُ (Tidak ada yang mampu untuk menciptakan kecuali Allah).
Padahal yang benar dalam hal ism ahsan الله adalah bukanlah ism jamid (yaitu kata benda yang tidak berasal dari kata masdar yang bermakna), akan tetapi pendapat yang benar bawhasanya lafal الله adalah ism musytaq berasal dari kata الإله yang artinya المألوه (sebagaimana كتاب yang bermakna مكتوب), dan المألوه maknanya adalah المعبود “yang di sembah”. Sehingga makna yang benar dari laa ilaah illallah adalah “Tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Allah”
– Kita dapati kaum asyairoh dalam buku-buku aqidah mereka menyatakan bahwa أَوَّلُ وَاجِبٍ عَلَى الْمُكَلَّفِ هُوَ النَّظْرُ (Yang pertama wajib bagi seorang mukallaf adalah pengamatan untuk meyakini adanya pencipta). Sehingga konsentrasi mereka adalah tentang penetapan akan adanya Tuhan Pencipta Yang Maha Esa dalam Penciptaan
Akibat dari salah penafsiran tentang laa ilaaha illahllahu ini akhirnya seseorang yang beristighotsah dan berdoa kepada selain Allah tidaklah terjerumus dalam kemusyrikan selama meyakini bahwa pencipta satu-satunya adalah Allah.
Karenanya kita dapati sebagian orang alim mereka (sebagian kiyai) terjerumus dalam kesyirikan atau membolehkan kesyirikan. Menurut mereka hal-hal berikut bukanlah kesyirikan :
– Berdoa kepada mayat, meminta pertolongan dan beristighotsah kepada mayat bukanlah kesyirikan, selama meyakini bahwa mayat-mayat tersebut hanyalah sebab dan Allahlah satu-satunya yang menolong
– Jimat-jimat bukanlah kesyirikan selama meyakini itu hanyalah sebab, dan yang menentukan hanyalah Allah. Karenanya kita dapati sebagian kiyai menjual jimat-jimat
– Bahkan kita dapati sebagian kiyai mengajarkan ilmu-ilmu kanuragan atau ilmu-ilmu sihir. Karena selama meyakini itu hanyalah sebab dan Allah yang merupakan sumber kekuatan maka hal ini bukanlah kesyirikan.
– Sebagian mereka juga membolehkan memberikan sesajen atau tumbal kepada lumpur lapindo atau kepada gunung yang akan meletus, karena menurut mereka hal itu bukanlah bentuk kesyirikan kepada Allah.
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 03-04-1434 H / 15 Maret 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com
Heheheheh kalo istinbatnya. Gitu apa bedanya anda dengan aswaja?. Tapi anehnya aswaja sesat anda benar? Apa bukan kebalik? Hmmmmm mujassimah ngaku ahlusunnah. Pinter tapi jangan keminter, dlollun jgn mudlillun mas….baru hapal hadist dikit aja berlagak mujtahid. Ck ck ck…. mari pulang ke indo buktikan taringmu di depan ulama indo. Ingat mas kata imam ibnu kholdun mayoritas cendekiawan muslim BUKAN ORANG ARAB. camkan itu.
Pak aswaja (asal wani jawab), Nabi nya ahlussunnah orang Arab. Kalo Nabi anda orang mana?
silahkan “aswaja” mengomtari dengan dengan dalil dan penjelasan para Ulama sebagaimana pemaparan Ustadz Firanda. jika engkau berkomentar kayak gitu malah akan kelihatan betapa awam (kalau enggan disebut bodoh, kasihanilah dirimu “aswaja”… dahulu ada syair, “Hai orang yang hendak menanduk gunung yang tinggi, Jangan kau kasihi gunung itu, tapi kasihanilah kepalamu”
ASWAJA (ASy’ariyah WAl JAhmiyah)
sekedar mengingatkan saja sebagai sesama saudara muslim bahwa telah terkumpul 2 ciri sifat sombong (Al Kibr) pada diri antum :
1) merendahkan orang lain (dengan perkataan antum “baru hapal hadist dikit aja berlagak mujtahid”)
2) menolak kebenaran
ketakutan Imam Asy Syaukani kepada amal dan ilmunya lebih besar ketimbang harapannya (kepada amal dan ilmunya), karena beliau takut bahwa amal dan ilmunya nanti lebih mendekatkannya kepada neraka daripada ke surga.
itu Imam Asy Syaukani lho. masak antum tidak takut dengan amal dan ilmu antum?
Mas Aswaja, Ibnu Kholdun iku sopo? Ulama apa filosof? Urusan agama kok ngikut patokan pikiran wong Yunani….
syahwat ASWAJA berkata : Ingat mas kata imam ibnu kholdun mayoritas cendekiawan muslim BUKAN ORANG ARAB. masalahnya nggak ada cendekiawan ASWAJA berkelas internasional. kita belum pernah denger buku tulisan jamaah ASWAJA (Asli Warisan Jawa) jadi best seller. paling muter2 disekitar pesantren doang.
@ASWAJA
Komentar anda adalah cermin dari tingkat keilmuan anda.
@ASWAJA tolong berikan bantahan dengan dalil2 dan ilmu dong…..
buat mas aswaja elingo,sampeyan iki kliru [musrik] tapi kok sek nggeyel
dasar aswaja gak nduwe ilmu
Aswaja@,kenapa dibelakang antum mau dialog,keluar di forum tampakan jati diri,jangan bawak sifat setan, setan itu dia bisa melihat kita tapi kita tidak bisa melihat dia,
mas aswaja klau ngomong pakai dalil dongggg
bahkan,
mereka ada yang membolehkan mendatangi dukun sebagai ikhtiar untuk berobat dan mencari kesembuhan asalkan menyakini tetap Allah yang menyembuhkan.. perbuatan tersebut katanya bukan syirik.. sedangkan syirik itu adalah adalah ketika kita meminta dan meyakini sang dukun adalah yang menyembuhkan …
barakallahu fik ustadz …
sebenarnya kalau ASWAJA mau mikir dikit aja dia bisa tau kok bahwa Aqidah dia (asy’ariah itu batil) Allah tak pernah menetapkan bahwa dirinya punya 20 sifat wajib lha kok sebagai manusia bisa menetapkan Allah punya sifat 20 itu kan seperti kelakuan orang Musyrikin yang mensifati tuhan tuhan mereka berdasarkan akal mereka sendiri tidak berdasarkan petunjuk dari Allah
Seperti komentar Aswaja, dia belum dapat memahami dengan iman tentang penjelasan nash dan sunnah dalam tulisan Ustadz, semoga Allah memberi hidayah kepada Aswaja.
kenapa kita layan sang BODOH SOMBONG aswaja ini. kok buang masa aje. Bodoh karena menulis tanpa ilmu tapi merasakan banyak ilmunya. Sombong karena ngak mau terima ajaran yang kebalik kepada Bodohnya tadi yang nyangka banyak ilmu. Pusingnya ngak kemana. sombong ke bodoh, bodoh ke sombong, pusing balik ke situ juga.
Assalamu’alaikum, @aswaja:
Islam itu aslinya penuh hikmah dan lemah lembut, kok kata-katanya kasar ya. Nabi Musa saja diperintah Oleh Allah Azza wa Jalla untuk berdakwah kepada Fir’aun yang nyata2nya sudah keluar dari Aqidah Islam masih diperintahkan untuk berlemah lembut agar nasehatnya dapat diterima. Kok antum yang notabene bukan nabi kasar begitu jalan sunnah mana yang antum tempuh.
UNTUK ASWAJA :subhanallah kenapa ya sebagian saudara kita kok sulit ya nerima kebenaran katanya ngaku aswaja tapi tuturkatanya ndak aswaja banget,ingat ya akhi innama buista li utammima makarimal akhlak
barakallahfik ustad
Jazakallahu khaier Ustadz,Ilmu yg sangat bermanfaat..
Sebagai refrensi tambahan..
Baca disini..!
http://bantahansalafytobat.wordpress.com/2011/08/11/apakah-pembagian-tauhid-adalah-bidah/
Pembagian tauhid spt ini Bidah karena gak pernah di ajarkan Nabi SAW.
loh kemana akh aswaja??? kok menghilang begitu saja????
syuqron ustad
Mereka yang mengatakan bahwa pembagian tauhid menjadi 3 itu sebagai “seorang ahlul bid’ah sesungguhnya yang bertasyabuh dengan kaum nashara dengan akidah trinitasnya” pada umumnya adalah para habibers aswaja (ahlus sufi wal jahmiyyah). Mungkin video berikut bakal membuat “geger” dunia perhabiban indonesia, karena seorang habib yang dikenal getol menyerang “wahhabi” dengan statement-statementnya dan disegani pula oleh para fanatikusnya ternyata mengajarkan 3 tauhid tersebut (i.e yang menurut klaim mereka adalah trinitas)…
http://www.youtube.com/watch?v=t0Sncs3B3PM
barakallahu fik ustadz,
kalo mau konsultasi lewat email kemana ya ustadz.
ibnu kholdun>?
Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami (عبد الرحمن بن محمد بن خلدون الحضرمي) lahir 27 Mei 1332/732H, wafat 19 Maret 1406/808H) adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan).
ini yg mau di jadiin dasar oleh aswaja? aduuuh
si ibnu wahab dapet sogokan berapa dr iblis ampe kalam iblis bertauhid?
@saud: Ibnu Wahab siapa sih? pusing ah sama yang asal komen..
Izin share ustadz,
barakallahu fiik..
Izin share ustadz.. sangat bermanfaat.
Syukron barakallohu fik, izin share.
HATI!
Pada intinya penyampaian firman Alloh yg dijelaskantidak ada keterkaitan dengan dengan tauhiid tebagi 3, itu tidak nyambung. coba perdalam lagi sipat 20 (Asya’irah) danpembagiannya dan hubungkan denga ketetapan kafir yahudi dan nasrani itu tidak saa
bukankah sifat 20 juga adalah summary daripada alquran dan hadis2 soheh juga sebagaimana tiga bagian tauhid? jadi kenapa perlu dipanggil ahlul bid’ah? follower2 byk yg sesat tp why semua sekali dipanggil ahli bid’ah