Sikap Seorang Muslim Menyikapi Harta
Ditulis Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc, MA
Topik yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini adalah bagaimana sikap seorang muslim terhadap harta. Sesungguhnya kita ketahui bahwa harta adalah suatu perkara yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya. Terkadang harta itu diberkahi oleh Allah Subhanahu wa taโala sehingga mengantarakan seorang muslim tersebut semakin bertakwa kepada Allah Subhanahu wa taโala. Dan sebaliknya, sering pula harta membawa seorang muslim untuk semakin jauh dari RabbNya. Oleh karenanya perlu untuk kita ketahui bagaimana sikap yang benar terhadap harta.
Terdapat beberapa hal-hal yang penting terkait dengan menyikapi harta. Di antaranya adalah,
1. Harta secara dzat tidak dicela dan tidak dipuji
Yang perlu diketahui adalah ujian dan celaan dari harta itu kembali kepada pemilik harta tersebut, yaitu bagaimana cara dia menyikapi harta tersebut. Oleh karenanya kita dapati para Nabi dan para Rasul, di antara mereka ada yang kaya raya dan adapula yang miskin. Di antara Nabi-nabi yang kaya adalah Nabi Sulaiman dan Nabi Daud โalaihimassalam. Adapun Nabi-nabi yang miskin di antaranya adalah Nabi Isa โalaihissalam dan Nabi Muhammad Shallallahu โalaihi wa sallam. Jika sekiranya harta itu dipuji dzatnya, maka tentu Allah Subhanahu wa taโala akan menjadikan sluruh para Nabi sebagai orang yang kaya. Dan jika itu tercela pada dzatnya, maka pasti Allah Subhanahu wa taโala akan menjadikan seluruh para Nabi miskin. Akan tetapi kita dapati ada sebagian nabi yang kaya dan adapula sebagian nabi yang miskin. Oleh karenanya ini menunjukkan bahwasanya harta tidak dicela dan dipuji pada dzatnya.
Oleh karenanya sebagaimana harta tidak dicela dan tidak dipuji pada dzatnya, maka demikian juga dengan kemiskinan juga tidak dicela dan tidak dipuji. Jangan sampai kemudian sebagian orang mengira bahwa miskin adalah sebuah hal yang dituntut dalam syariat atau sebaliknya bahwa miskin adalah hal yang dibenci oleh syariat. Akan tetapi celaan dan pujian itu kembali kepada orang yang menjalani kekayaan dan kemiskinan tersebut.
Oleh karenanya kita dapati dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu โalaihi wa sallam tidak pernah berlindung terhadap kekayaan dan juga kemiskinan, akan tetapi Rasulullah Shallallahu โalaihi wa sallam berlindung dari ftinah kekayaan dan kemiskinan. Di antara hadits tersebut adalah doa Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam,
ุงููููููู ูู ุฅููููู ุฃูุนููุฐู ุจููู ู ููู ุงูููุณููู ููุงูููุฑูู ูุ ููุงูู ูุบูุฑูู ู ููุงูู ูุฃูุซูู ูุ ุงููููููู ูู ุฅููููู ุฃูุนููุฐู ุจููู ู ููู ุนูุฐูุงุจู ุงููููุงุฑู ููููุชูููุฉู ุงููููุงุฑูุ ููููุชูููุฉู ุงูููุจูุฑู ููุนูุฐูุงุจู ุงูููุจูุฑูุ ููุดูุฑูู ููุชูููุฉู ุงูุบููููุ ููุดูุฑูู ููุชูููุฉู ุงูููููุฑูุ ููู ููู ุดูุฑูู ููุชูููุฉู ุงูู ูุณููุญู ุงูุฏููุฌููุงูู
โYa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas, kepikunan, terlilit hutang, dan dari kesalahan dan dari fitnah neraka serta siksa neraka, dan dari fitnah kubur dan siksa kubur dan dari buruknya fitnah kekayaan dan dari buruknya fitnah kefakiran serta fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.โ (Muttafaqqun โalaih)1
Doa ini merupakan isyarat dari Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam bahwa pada kekayaan ada fitnah dan pada kemiskinan juga terdapat fitnah.
2. Ujian bukan hanya pada kemiskinan, melainkan kekayaan juga diuji.
Allah Subhanahu wa taโala berfirman di dalam Alquran,
ููููู ููููุณู ุฐูุงุฆูููุฉู ุงููู ูููุชู ููููุจููููููู ู ุจูุงูุดููุฑูู ููุงููุฎูููุฑู ููุชูููุฉู ููุฅูููููููุง ุชูุฑูุฌูุนูููู
โTiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.โ (QS. Al-Anbiyaโ : 35)
Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa di antara ujian yang berupa keburukan adalah ujian dengan kemiskinan, kekurangan, sakit, dan musibah; adapun ujian berupa kebaikan yaitu dengan kekayaan, kesehatan, kenikmatan, dan anugerah dari Allah Subhanahu wa taโala. Dalam ayat di atas, seakan-akan Allah mengabarkan bahwa semua manusia yang hidup akan mati, dan sesungguhnya apa yang kita hadapai baik itu berupa kesulitan dan kemudahan, kesempitan dan kelapangan, dan kemiskinan dan kekayaan merupakan ujian yang kita akan dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa taโala dan akan dimintai pertanggungjawaban terkait sikap kita menghadapi ujian tersebut.
Oleh karenanya Umar bin Khattab dalam sebuah pertakaannya yang indah mengatakan,
ูุบูู ูุงูููุฑ ู ุทูุชุงู ูุง ุฃุจุงูู ุฃููู ุง ุฑูุจุช, ูุงูููุฑ ูุงูุบูู ุงุจุชูุงุก ู ู ุงููู ุชุนุงูู ูุนุจุฏู
โKekayaan dan kemiskinan adalah dua tunggangan (yang pasti akan ditunggangi salah satunya โpent), dan aku tidak peduli yang mana aku tunggangi. Kemiskinan dan kekayaan hanyalah ujian dari Allah Subhanahu wa taโala kepada hambaNya.โ
Oleh karenanya pemahaman sebagian orang yang menganggap bahwasanya ujian itu hanyalah berupa kemiskinan dan kekayaan bukanlah ujian adalah pemahaman yang keliaru. Dan dalam hal ini Allah Subhanahu wa taโala membantah anggapan tersebut melalui firmanNya di dalam Alquran,
ููุฃูู ููุง ุงููุฅูููุณูุงูู ุฅูุฐูุง ู ูุง ุงุจูุชูููุงูู ุฑูุจูููู ููุฃูููุฑูู ููู ููููุนููู ููู ููููููููู ุฑูุจููู ุฃูููุฑูู ููู (15) ููุฃูู ููุง ุฅูุฐูุง ู ูุง ุงุจูุชูููุงูู ููููุฏูุฑู ุนููููููู ุฑูุฒููููู ููููููููู ุฑูุจููู ุฃูููุงูููู (16) ูููููุง… (17)
โAdapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: โTuhanku telah memuliakankuโ. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: โTuhanku menghinakankuโ. Sekali-kali tidak (demikian).โ (QS. Al-Fajr : 15-16)
Dari sini kemudian kita menyampaikan pembahasan yang sering disampaikan oleh para ulama, yaitu manakah yang lebih utama antara orang kaya yang bersyukur dengan orang miskin yang bersabar? Kata para ulama di antaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa yang paling afdhal (utama) di antara keduanya adalah yang paling bertakwa, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa taโala,
ุฅูููู ุฃูููุฑูู ูููู ู ุนูููุฏู ุงูููููู ุฃูุชูููุงููู ู (13)
โSesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.โ (QS. Al-Hujurat : 13)
Jika seseorang dengan kekayaannya menjadi seseorang yang bersyukur, rajin beribadah kepada Allah Subhanahu wa taโala, maka dia telah mencapai derajat takwa yang lebih tinggi daripada seorang yang miskin bersabar, maka dia lebih utama di sisi Allah Subhanahu wa taโala. Dan demikian pula sebaliknya, jika seorang yang miskin mencapai derajat takwa tertinggi dengan kesabarannya melebih daripada orang kaya yang bersyukur maka dia lebih utama di sisi Allah Subhanahu wa taโala.
Akan tetapi tatkala kita disuruh memilih menjadi orang kaya yang bersyukur atau miskin yang bersabar, maka pasti kita akan memilih menjadi orang kaya yang bersyukur. Akan tetapi ketahuilah bahwa kebanyak orang diuji dengan kekayaan tidak lulus, dan sebaliknya kebanyakan orang yang diuji dengan kemiskinan bisa lulus. Oleh karenanya tatkala Rasulullah Shallallahu โalaihi wa sallam melihat penghuni surga, beliau melihat kebanyak penghuninya adalah orang-orang miskin. Maka jika Anda adalah orang yang miskin, bersyukurlah kepada Allah Subhanahu wa taโala, karena bisa jadi kemiskinan itu mengantarkan Anda surga Allah Subhanahu wa taโala.
Kenyataannya, kesabaran seseorang menghadapi kemiskinan itu lebih mudah daripada kesabaran seseorang menghadapi kekayaan. Dan ini telah diisyaratkan dalam hadits-hadits Nabi dan juga firman Allah Subhanahu wa taโala. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa taโala,
ููุฅูููููู ููุญูุจูู ุงููุฎูููุฑู ููุดูุฏููุฏู (8)
โDan sesungguhnya dia (manusia) sangat bakhil karena cintanya kepada harta.โ (QS. Al-โAdiyat : 8)
ููุชูุญูุจููููู ุงููู ูุงูู ุญูุจููุง ุฌูู ููุง (20)
โDan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.โ (QS. Al-Fajr : 20)
Cinta terhadap harta adalah sifat manusiawi. Dan kita sadari bahwa harta itu manis, sehingga terkadang seseorang rela bekerja 24 jam sehari hanya untuk meraih harta. Dan apabila seseorang telah merasakan manisnya harta, maka dia akan semakin terdorong untuk terus mencari harta.
Dan Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam telah mengingatkan bahwa fitnahnya umat ini adalah harta. Dalam sebuah hadits beliau Shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ุฅูููู ููููููู ุฃูู ููุฉู ููุชูููุฉู ููููุชูููุฉู ุฃูู ููุชูู ุงูู ูุงูู
โSesungguhnya setiap ummat itu memiliki fitnah dan fitnah ummatku adalah harta.โ (HR. Tirmidzi no. 2336)
Dalam hadits yang lain Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ููููุงูููููู ูุงู ุงูููููุฑู ุฃูุฎูุดูู ุนูููููููู ูุ ูููููููู ุฃูุฎูุดูู ุนูููููููู ู ุฃููู ุชูุจูุณูุทู ุนูููููููู ู ุงูุฏููููููุง ููู ูุง ุจูุณูุทูุชู ุนูููู ู ููู ููุงูู ููุจูููููู ูุ ููุชูููุงููุณููููุง ููู ูุง ุชูููุงููุณููููุง ููุชูููููููููู ู ููู ูุง ุฃูููููููุชูููู ู
โSungguh demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan dari kalian. Akan tetapi yang aku khawatirkan atas kalian adalah bila kalian telah dibukakan (harta) dunia sebagaimana telah dibukakan kepada orang-orang sebelum kalian lalu kalian berlomba-lomba untuk memperebutkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba untuk memperebutkannya, sehingga akhirnya harta dunia itu membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka.โ (HR. Bukhari no. 3158)
Ketahuilah bahwa betapa banyak pertikaian dan permusuhan yang terjadi antara saudara, kerabat, bahkan seorang anak dan orang tuanya, yang disebabkan karena masalah harta. Ini adalah kenyataan yang ada. Karena hasad, cemburu, persaingan dalam bisnis,
Sebagaimana telah kita sebutkan bahwa harta itu manis, akhirnya kita dapati fenomena yang sangat menyedihkan. Ada sebagian orang yang dahulu rela meninggalkan pekerjaan haramnya demi Allah, kemudian menjalani kehidupan dengan hidup pas-pasan karena Allah Subhanahu wa taโala. Akan tetapi sering berjalannya waktu, dia akhirnya terfitnah dengan dunia, sehingga akhirnya dia kembali mencari harta dengan cara-cara yang haram setelah dia mampu bersabar atas apa yang dia tinggalkan sebelumnya. Sungguh ini adalah sebuah fenomena yang sangat menyedihkan. Oleh karenanya harta adalah tetap menjadi fitnah yang sangat besar bagi umat ini.
Oleh karenanya sebagaimana telah kita katakan bahwa banyak orang lulus tatkala diuji dengan kemiskinan, dan sedikit yang bisa lulus tatkala diuji dengan kekayaan. Hal ini dikarenakan kecintaan seseorang terhadap harta. Bahkan betapa banyak orang yang akhirnya menjadi penyembah harta sebagaimana telah diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam dalam haditsnya,
ุชูุนูุณู ุนูุจูุฏู ุงูุฏูููููุงุฑูุ ููุนูุจูุฏู ุงูุฏููุฑูููู ูุ ููุนูุจูุฏู ุงูุฎูู ููุตูุฉูุ ุฅููู ุฃูุนูุทููู ุฑูุถูููุ ููุฅููู ููู ู ููุนูุทู ุณูุฎูุทู
โBinasalah hamba dinar, dirham, hamba pakaian, jika diberi maka ia ridha jika tidak diberi maka ia mencela.โ (HR. Bukhari no. 2887)
Rasulullah Shallallahu โalaihi wa sallam ingin mengatkan bahwa ada orang-orang yang benar-benar menyembah harta, sehingga seluruh tindak tanduknya itu karena harta, kecintaan dan permusuhan dibangun di atas harta, bahkan mungkin keharaman rela dia lakukan demi untuk meraih harta. Dan orang yang seperti ini itu ada. Dan ketahuilah bahwa tatkala seseorang telah mendapatkan harta, maka terkadang bahkan seringnya mereka menjadi angkuh. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa taโala dalam firmanNya,
ูููููุง ุฅูููู ุงููุฅูููุณูุงูู ููููุทูุบูู (6) ุฃููู ุฑูุขูู ุงุณูุชูุบูููู (7)
โKetahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas (zalim), karena dia melihat dirinya serba cukup (kaya).โ (QS. Al-โAlaq : 6-7)
Oleh karenanya inilah sebab mengapa seseorang mudah untuk masuk ke dalam neraka karena harta, mereka tidak sabar dan tidak lulus dari fitnah dan ujian harta, karena tatkala harta mereka telah miliki maka mereka pun mereka angkuh dan merasa hebat serta merasa tidak butuh kepada orang lain sehingga akhirnya yang terjadi adalah kezaliman atau perendahan terhada orang lain. Dan ini semua adalah tabiat manusia, dan jika hal tersebut tidak dilawan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits, maka orang yang memilii harta yang banyak akan terbawa kepada sikap keangkuhan dan menzalimi orang lain, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa taโala.
3. Ingatlah, bahwa memburu harta adalah sesuatu yang tidak akan pernah selesai dan tidak ada tujuan yang bisa dicapai.
Seorang manusia yang mencari harta, dia akan senantiasa haus untuk meraih harta sebanyak-banyaknya. Dan ini telah ditegaskan oleh Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Dari Ibnu โAbbas radhiallahu โanhu, Rasulullah Shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ูููู ููุงูู ููุงุจููู ุขุฏูู ู ููุงุฏูููุงูู ู ููู ู ูุงูู (ููู ุฑูุงูุฉ: ู ู ุฐูุจ) ูุงูุจูุชูุบูู ุซูุงููุซูุงุ ูููุงู ููู ูููุฃู ุฌููููู ุงุจููู ุขุฏูู ู ุฅููููุง ุงูุชููุฑูุงุจูุ ููููุชููุจู ุงูููููู ุนูููู ู ููู ุชูุงุจู
โSekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit (dalam riwayat yang lain: dua bukit bukit emas2), niscaya ia akan mencari untuk mendapatkan bukit yang ketiga, dan tidaklah perut anak Adam itu puas kecuali jika telah dipenuhi dengan tanah, dan Allah menerima taubat siapa saja yang bertaubat.โ (Muttafaqun โalaih)3
Dan Allah Subhanahu wa taโala telah menegaskan hal yang sama dalam firmanNya,
ุฃูููููุงููู ู ุงูุชููููุงุซูุฑู (1) ุญูุชููู ุฒูุฑูุชูู ู ุงููู ูููุงุจูุฑู (2)
โBermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.โ (QS. At-Takatsur : 1-2)
Oleh karenanya kita dapati ada orang yang sudah tua rentan, akan tetapi masih sibuk memikirkan harta, padahal dia telah kaya raya dan usianya mungkin telah mencapai usian 70 tahun dimana seharusnya dia menikmati harta yang dia miliki, akan tetapi dia masih pusing. Akhirnya terkadang orang yang demikian tidak merasakan nikmatnya harta yang dia miliki tersebut, akan tetapi dia merasakan nikmat tatkala bisa mengumpulkan harta tersebut. Maka ingatlah bahwa harta itu manis, semakin dicicipi maka akan semakin mendorong orang yang mencicipinya untuk terus mencarinya, dan dia tidak akan berhenti ketika dia telah meninggal dunia dan dikuburkan ke dalam tanah.
Oleh karenanya tatkala seseorang telah mengetahui bahwa pencarian harta tidak akan ada ujungnya, maka hendakanya dia memberikan batasan pada pencariannya tersebut. Sehingga jika ada sisa harta yang dia miliki, dia bisa menginfakkannya di jalan Allah Subhanahu wa taโala.
4. Tatkala seseorang tergiur untuk merasakan manisnya dunia, dia harus sadar bahwa manisnya dunia tidak ada bandingannya dengan manisnya akhirat.
Harta di dunia ini tidak ada bandingannya dengan kenikmatan di akhirat. Dan ketahuilah bahwa harta di sisi Allah Subhanahu wa taโala tidaklah bernilai kecuali harta tersebut digunakan untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa taโala. Dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ูููู ููุงููุชู ุงูุฏููููููุง ุชูุนูุฏููู ุนูููุฏู ุงูููููู ุฌูููุงุญู ุจูุนููุถูุฉู ู ูุง ุณูููู ููุงููุฑูุง ู ูููููุง ุดูุฑูุจูุฉู ู ูุงุกู
โSeandainya dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, tentu Allah tidak mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air.โ (HR. Tirmidzi no. 2320)
Maksud hadits ini adalah dunia ini tidak ada nilainya. Bahkan Allah Subhanahu wa taโala dan Rasulullah Shallallahu โalaihi wa sallam memberi gambaran bahwasanya dunia ini tidak memiliki nilai meskipun hanya seperti sayap seekor nyamuk. Maka jika sekiranya dunia ini ada nilainya, maka Allah Subhanahu wa taโala tidak akan memberikan dunia kepada orang kafir karena Allah Subhanahu wa taโala pasti hanya akan memberikan dunia kepada orang yang beriman dan bertakwa, agar dengan dunia tersebut mereka orang-orang beriman bisa beribadah kepada Allah Subhanahu wa taโala. Akan tetapi tatkala diterangkan bahwa dunia itu tidak ada nilainya, maka Allah Subhanahu wa taโala memberikan dunia pula kepada orang kafir. Oleh karenanya jangan sampai ada di antara kita yang terbetik dalam hatinya bahwa mengapa orang-orang kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah hidupnya kaya raya sedangkan orang-orang yang beriman kebanyakan hidup miskin. Karena sesungguhnya jika dunia ini memiliki nilai, maka Allah tidak akan berikan kepada orang-orang kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah. Akan tetapi karena dunia ini tidak ada nilainya, maka Allah juga berikan dunia kepada orang-orang kafir.
Maka dari itu tidak bisa kita membandingkan antara kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat. Ketahuilah bahwa dunia sifatnya sementara, dan kenikmatan dunia itu memiliki tiga sifat, pertama adalah kenikmatannya seidkit; kedua adalah kenikmatannya sementara; ketiga adalah adalah kenikmatannya tidak sempurna dan tercampur hal-hal yang bisa merusak kelezatan nikmat tersebut. Sedangkan kenikmatan akhirat berbeda, sifatnya yang pertama adalah kenikmatannya sangat banyak; kedua adalah kenikmatannya kekal abadi; ketiga adalah kenikmatannya penuh dengan kesempurnaan. Oleh karenanya ini menunjukkan bahwa kenikmatan dunia tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan akhirat.
Dari sini, tatkala kita mencari harta, jangan letakkan harta itu di hati kita, akan tetapi kita letakkan harta tersebut di tangan kita yang bisa kita gunakan untuk bertakwa kepada Allah. Ingatlah bahwa harta itu bukan tujuan, melainkan harta itu hanyalah sarana. Oleh karenanya Allah Subhanahu wa taโala menegaskan,
ููููุง ุชูููุณู ููุตููุจููู ู ููู ุงูุฏููููููุง
โDan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.โ (QS. Al-Qashash : 77)
Ayat ini menegaskan bahwa harta itu boleh untuk dimiliki, akan tetapi dia bukanlah tujuan meliankan sebagai sarana. Imam Asy-Syafiโi mengatakan,
ุฅูููู ููููููู ุนูุจุงุฏุงู ููุทููุงุชูุฑูููุง ุงูุฏูููุง ููุฎุงููุง ุงูููุชููุง
โSesungguhnya ada di antara hamba-hamba Allah yang cerdas, mereka mencari dunia dan khawatir terhadap fitnahโ
ููุธูุฑูุง ูููุง ููููู ูุง ุนูููู ูุงุฃูููููุง ูููุณูุช ููุญูููู ููุทููุง
โMereka melihat kepada dunia, maka mereka sadari bahwa dunia itu bukan tempat hidup selama-lamanya.โ
ุฌูุนููููุง ููุฌููุฉู ููุงูุชููุฎูุฐูุงุตุงููุญู ุงูุฃูุนู ุงูู ูููุง ุณููููุง
โMaka mereka menjadikan dunia seperti lautan, dan menjadikan amal shalih di dunia sebagai perahu.โ
Maka ingatlah bahwa dunia itu adalah sarana yang bisa mengantarkan seseorang menuju akhirat, dan bukan sebagai tujuan. Meskipun demikian, kebanyakan manusia beriman dengan apa yang mereka lihat. Sehingga tatkala berbicara tentang surga, mereka tidak tahu karena mereka belum pernah melihatnya. Karena keimanan mereka tergantung dengan apa yang mereka lihat, maka jadilah mereka orang-orang yang seperti Allah firmankan,
ุจููู ุชูุคูุซูุฑูููู ุงููุญูููุงุฉู ุงูุฏููููููุง (16) ููุงููุขุฎูุฑูุฉู ุฎูููุฑู ููุฃูุจูููู (17)
โTetapi kamu memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.โ (QS. Al-Aโla : 16-17)
Akan tetapi Allah Subhanahu wa taโala tidak akan menampakkan satu kenikmatan akhirat pun di muka bumi ini sebagaimana firmanNya,
ููููุง ุชูุนูููู ู ููููุณู ู ูุง ุฃูุฎููููู ููููู ู ู ููู ููุฑููุฉู ุฃูุนููููู ุฌูุฒูุงุกู ุจูู ูุง ููุงูููุง ููุนูู ูููููู (17)
โTak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.โ (QS. As-Sajdah : 17)
Oleh karenanya tatkala Nabi Shallallahu โalaihi wa sallam mengabarkan bahwa shalat berjamaah itu 27 derajat lebih besar daripada shalat senidiran, maka kita katakan bahwa kalau sekiranya pahala shalat berjamaah itu diperlihatkan oleh Allah Subhanahu wa taโala, maka semua orang akan shalat berjamaah, akan tetapi Allah tidak akan menampakkan itu semua. Sehingga kebanyakan di antara kita hanya beriman kepada apa yang kita lihat dan tidak yakin dengan janji-janji Allah Subhanahu wa taโala, sehingga akhirnya kita mendahulukan dunia daripada akhirat, padahal akhirat lebih baik daripada dunia.
5. Harta seseorang merupakan titipan Allah dan bukan milik seseorang secara mutlak.
Harta yang kita miliki dan seluruh kenikmatan yang kita miliki hakikatnya dari Allah dan milik Allah, dan kita hanya menjadi tempat dititipnya nikmat tersebut. Allah Subhanahu wa taโala berfirman,
ููุณูุฎููุฑู ููููู ู ู ูุง ููู ุงูุณููู ูุงููุงุชู ููู ูุง ููู ุงููุฃูุฑูุถู ุฌูู ููุนูุง ู ููููู ุฅูููู ููู ุฐููููู ููุขููุงุชู ููููููู ู ููุชููููููุฑูููู (13)
โDan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.โ (QS. Al-Jatsiyah : 13)
Ayat ini menjadi dalil bahwa seluruh harta adalah milik Allah, dan Allah-lah yang memberikannya kepada kita. Sehingga semua itu adalah titipan.
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa taโala berfirman,
ุขู ููููุง ุจูุงูููููู ููุฑูุณูููููู ููุฃููููููููุง ู ูู ููุง ุฌูุนูููููู ู ู ูุณูุชูุฎูููููููู ููููู ููุงูููุฐูููู ุขู ููููุง ู ูููููู ู ููุฃููููููููุง ููููู ู ุฃูุฌูุฑู ููุจููุฑู (7)
โBerimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.โ (QS. Al-Hadid : 7)
Allah-lah yang menjadikan kita dapat memiliki harta, akan tetapi pemilik yang sesungguhnya adalah Allah Subhanahu wa taโala.
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa taโala lebih jelas menegaskan,
ููุขุชููููู ู ู ููู ู ูุงูู ุงูููููู ุงูููุฐูู ุขุชูุงููู ู
โDan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.โ (QS. An-Nur : 33)
Di dalam ayat ini, harta itu langsung disandarkan kepada Allah yang menunjukkan bahwa sejatinya harta itu milik Allah Subhanahu wa taโala.
Perkara ini -yaitu keyakinan bahwa segala harta adalah milik Allah Subhanahu wa taโala– telah dipahami oleh para sahabat. Bahkan dalam sebuah riwayat menjelaskan bahwa orang Arab badui pun paham akan perkara ini. Dari Anas bin Malik radhiallahu โanhu, beliau berkata,
ููููุชู ุฃูู ูุดูู ู ูุนู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุนููููููู ุจูุฑูุฏู ููุฌูุฑูุงููููู ุบููููุธู ุงูุญูุงุดูููุฉูุ ููุฃูุฏูุฑููููู ุฃูุนูุฑูุงุจูููู ููุฌูุจูุฐููู ุจูุฑูุฏูุงุฆููู ุฌูุจูุฐูุฉู ุดูุฏููุฏูุฉูุ ุญูุชููู ููุธูุฑูุชู ุฅูููู ุตูููุญูุฉู ุนูุงุชููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุฏู ุฃูุซููุฑูุชู ุจูููุง ุญูุงุดูููุฉู ุงูุจูุฑูุฏู ู ููู ุดูุฏููุฉู ุฌูุจูุฐูุชูููุ ุซูู ูู ููุงูู: ููุง ู ูุญูู ููุฏู ู ูุฑู ููู ู ููู ู ูุงูู ุงูููููู ุงูููุฐูู ุนูููุฏูููุ ููุงููุชูููุชู ุฅููููููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุซูู ูู ุถูุญูููุ ุซูู ูู ุฃูู ูุฑู ูููู ุจูุนูุทูุงุกู
โSaya berjalan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ketika itu beliau mengenakan kain (selendang โpent) Najran yang kasar ujungnya, lalu ada seorang Arab badui (dusun) yang menemui beliau. Maka ditariknya kain Rasulullah dengan kuat hingga saya melihat permukaan bahu beliau membekas lantaran ujung selimut akibat tarikan Arab badui yang kasar. Arab badui tersebut berkata; โWahai Muhammad, berikan kepadaku dari harta yang diberikan Allah padamuโ, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepadanya diiringi senyum serta menyuruh salah seorang sahabat untuk memberikan sesuatu kepadanya.โ (HR. Bukhari no. 5809)
Oleh karenanya dari sini saya ingin jelaskan bahwasanya harta yang kita miliki adalah titipan dari Allah Subhanahu wa taโala dan bukan milik kita secara mutlak. Bukti akan hal ini sangat jelas tatkala kita tertimpa musibah, yaitu tatkala kita mengucapkan โInna lillahi wa inna Ilaihi rojiโunโ. Kalimat ini mengandung keyakinan bahwa kita ini semua adalah milik Allah, dan akan kembali kepada Allah Subhanahu wa taโala. Maka tatkala ada orang yang mengingkari akan hal ini โyaitu dia mendapatkan harta karena kelebihan dan kecerdasannya-, maka hal tersebut adalah kesalahan. Kita harus sadar bahwa kita hanya melakukan sebab, akan tetapi Allah-lah yang memberikan harta tersebut kepada kita, sehingga usaha kita bukanlah kunci datangnya rezeki melainkan Allah-lah yang menentukan adanya rezeki atau tidak. Oleh karenanya tidak ada ahli matematika yang mengatakan bahwasanya kecerdasan beebanding lurus dengan kecerdasan. Tidak berarti orang yang kaya itu lebih pintar daripada orang miskin, karena sekali lagi bahwa rezeki itu dari Allah Subhanahu wa taโala. Kita dapati ada orang yang bergelar professor atau doktor, akan tetapi dia miskin. Sedangkan di sisi lain kita dapati ada orang yang tidak sekolah namun kaya raya. Oleh karenanya kecerdasan tidak berbanding lurus dengan kekayaan.
Yang ingin kita tegaskan disini adalah harta itu adalah milik Allah, dan Allah-lah yang mengatur bagaimana harta tersebut bisa sampai kepada kita. Kita hanya menjalankan sebab, namun bukanlah kecerdasaan kita yang mengharuskan harta tersebut datang. Oleh karenanya tatkala Qarun dengan begitu bangganya memiliki harta yang begitu banyak, dia bersikap sombong. Sampai-sampai Allah Subhanahu wa taโala mengabadikan perkataannya tersebut di dalam Alquran. Allah Subhanahu wa taโala berfirman,
ููุงูู ุฅููููู ูุง ุฃููุชููุชููู ุนูููู ุนูููู ู ุนูููุฏูู ุฃูููููู ู ููุนูููู ู ุฃูููู ุงูููููู ููุฏู ุฃููููููู ู ููู ููุจููููู ู ููู ุงููููุฑูููู ู ููู ูููู ุฃูุดูุฏูู ู ููููู ูููููุฉู ููุฃูููุซูุฑู ุฌูู ูุนูุง ููููุง ููุณูุฃููู ุนููู ุฐููููุจูููู ู ุงููู ูุฌูุฑูู ูููู (78)
โQarun berkata: โSesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padakuโ. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.โ (QS. Al-Qashash : 78)
Qarun lupa bahwa sesungguhnya Allah-lah yang memberikan harta itu kepadanya, dan bukan karena ilmu dan kecerdasannya.
Demikian juga kisah tentang tiga orang dari Bani Israil yang memiliki penyakit baros, kudis dan buta. Kemudian datanglah malaikat menyembuhkan penyakit mereka dan berdoa kepada Allah sehingga mereka memiliki harta yang banyak. Setelah mereka sembuh, malaikat tersebut datang kepada mereka pada waktu yang lain dalam kondisi sebagaimana tiga orang Bani Israil ini sebelumnya (memiliki penyakit). Tatkala malaikat datang kepada orang yang buta dan ditanya tentang harta yang ia dapatkan, maka orang buta tersebut mengatakan bahwa harta itu dari Allah Subhanahu wa taโala. Akan tetapi tatkala malaikat mendatangi orang yang memiliki penyakit kudis dan baros (albino) dan bertanya kepada mereka tentang harta yang mereka miliki, maka mereka menjawab,
ุฅููููู ูุง ููุฑูุซูุชู ููุฐูุง ุงููู ูุงูู ููุงุจูุฑูุง ุนููู ููุงุจูุฑู
โSesungguhnya aku mewarisi harta ini dari nenek moyangku yang kaya.โ (HR. Muslim no. 2964)
Inilah sebagian kisah orang-orang yang kufur kepada nikmat Allah Subhanahu wa taโala, dan orang-orang seperti ini dicela oleh Allah Subhanahu wa taโala.
Oleh karenanya perkara yang semakin menunjukkan bahwa harta itu hakikatnya bukan milik kita melainkan milik Allah Subhanahu wa taโala adalah tatkala kita meninggal dunia, maka harta kitapun langsung masuk dalam hukum Allah Subhanahu wa taโala (hukum waris). Di antara dalil bahwasanya harta itu bukan milik kita adalah kenikmatan yang kita dapatkan tidak bisa kita salurkan tanpa aturan. Tatkala kita merasa bahwa harta adalah titipan dari Allah Subhanahu wa taโala, maka kita harusnya sadar bahwa tatkala kita bermuamalah dengan titipan tersebut, maka harus sesuai dengan aturan yang memberikan titipan. Contohnya adalah jasad kita, ketahuilah bahwa jasad kita ini adalah nikmat dari Allah Subhanahu wa taโala. Akan tetapi tidak boleh seseorang merusak jasadnya dengan seenaknya. Dan ingatlah bahwa setiap nikmat itu akan dipertanggungjawabkan kelak. Dan Allah Subhanahu wa taโala telah berfirman,
ููู ูุง ุจูููู ู ู ููู ููุนูู ูุฉู ููู ููู ุงูููููู ุซูู ูู ุฅูุฐูุง ู ูุณููููู ู ุงูุถููุฑูู ููุฅููููููู ุชูุฌูุฃูุฑูููู (53)
โDan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.โ (QS. An-Nahl : 53)
ุซูู ูู ููุชูุณูุฃูููููู ููููู ูุฆูุฐู ุนููู ุงููููุนููู ู (8)
โKemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).โ (QS. At-Takatsur : 8)
Oleh karenanya jika ada orang yang merusak tubuhnya hingga meninggal dunia, maka dia akan diazab oleh Allah Subhanahu wa taโala. Dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu โanhu, bahwa Rasulullah Shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ู ููู ุชูุฑูุฏููู ู ููู ุฌูุจููู ููููุชููู ููููุณูููุ ูููููู ููู ููุงุฑู ุฌููููููู ู ููุชูุฑูุฏููู ููููู ุฎูุงููุฏูุง ู ูุฎููููุฏูุง ูููููุง ุฃูุจูุฏูุงุ ููู ููู ุชูุญูุณููู ุณูู ููุง ููููุชููู ููููุณูููุ ููุณูู ูููู ููู ููุฏููู ููุชูุญูุณููุงูู ููู ููุงุฑู ุฌููููููู ู ุฎูุงููุฏูุง ู ูุฎููููุฏูุง ูููููุง ุฃูุจูุฏูุงุ ููู ููู ููุชููู ููููุณููู ุจูุญูุฏููุฏูุฉูุ ููุญูุฏููุฏูุชููู ููู ููุฏููู ููุฌูุฃู ุจูููุง ููู ุจูุทููููู ููู ููุงุฑู ุฌููููููู ู ุฎูุงููุฏูุง ู ูุฎููููุฏูุง ูููููุง ุฃูุจูุฏู
โBarangsiapa menjatuhkan diri dari gunung, hingga membunuh jiwanya (bunuh diri), maka ia akan jatuh ke neraka jahannam secara terus menerus, ia kekal serta abadi di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa menegak racun, hingga meninggal dunia, maka racun tersebut akan berada di tangannya, dan ia akan menegaknya di neraka jahannam, ia kekal serta abadi di dalamnya selama-lamanya. Dan barang siapa bunuh diri dengan (menusuk dirinya dengan) besi, maka besi itu akan ada di tangannya, dengannya ia akan menghujamkan ke perutnya di neraka jahannam, ia kekal dan abadi di dalamnya selama-lamanya.โ (HR. Bukhari no. 5778)
Oleh karenanya tatkala seseorang mengetahui bahwa titipan harta tersebut dari Allah Subhanahu wa taโala, maka seseorang mengelola titipan tersebut dengan aturan Allah Subhanahu wa taโala. Aturannya pun sangat mudah, karena ada dua pertanyaan yang akan Allah Subhanahu wa taโala tanyakan kepada seseorang dari setiap harta yang dimiliki. Pertanyaan tersebut adalah dari mana harta itu didapakan dan kemanakan harta itu dibelanjakan (digunakan). Pertanyaan pertama โyaitu dari mana harta didapatkan- ini telah banyak membinasakan banyak orang. Allah akan bertanya secara detil tentang harta yang kita miliki, apakah itu semua didapatkan dengan cara yang halal atau haram, atau bahkan dari perkara yang syubhat. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa taโala tahu dari mana asal semua harta kita. Maka betapa banyak orang yang akan binasa tatkala Allah Subhanahu wa taโala bertanya tentang dari mana harta itu didapatkan, dan orang-orang tatkala itu tidak bisa menjawab. Kalaupun sekiranya harta yang kita dapatkan halal sepnuhnya dan disertai dengan bukti-bukti, maka pertanyaan selanjutnya adalah dimanakah harta itu dihabiskan. Sungguh pertanyaan kedua ini juga sangat sulit dan tidak jauh lebih mudah dari pertanyaan pertama. Kita akan ditanya kelak tentang kemakah harta itu dihabiskan, apakah dihabiskan dengan berfoya-foya? Ataukah dihabiskan untuk membeli barang yang tidak berguna? Ataukah digunakan untuk membeli barang-barang mewah untuk angkuh dan sombong? Ataukah dihabiskan di jalan Allah Subhanahu wa taโala? Sungguh ini adalah pertanyaan yang berat yang akan ditujukan kepada setiap diri kita.
Oleh karenanya tatkala kita menyadari bahwa harta kita itu adalah titipan dari Allah Subhanahu wa taโala, maka gunakan dengan syarat kita bisa menjawab pertanayaan Allah Subhanahu wa taโala pada hari kiamat kelak, yaitu dari mana didapatkan dan kemana harta tersbeut dibelanjakan.
Bersambung insya Allah…
Footnote:
1 HR. Bukhari no. 6375 dan HR. Muslim no. 589
2 HR. Al-Bazzar no. 4433
3 HR. Bukhari no. 6463 dan HR. Muslim no. 1048