Lebaran Haji, Makan “Hati”
Oleh: DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Bagi yang hendak berkurban maka disunnahkan untuk tidak makan dan minum setelah subuh hingga selesai shalat dan menyembelih sembilahannya lalu makan dari sembelihannya tersebut.
Dari Buraidah radhiallahu ánhu berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ، وَلَا يَأْكُلُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Adalah Rasululllah shallallahu álaihi wasallam tidaklah pergi untuk shalat íedul Fithri hingga makan (terlebih dahulu), dan beliau tidaklah makan ketikah hari Íedul Adha hingga beliau pulang (dari shalat íed) maka beliapun makan dari sembelihan beliau” (HR Ahmad no 22984 dengan sanad yang hasan)
Namun hal ini tidaklah wajib, jika seseorang makan dan minum sebelum makan dari sembelihannya dan makan dan minum sebelum shalat íed juga maka tidak mengapa. Terlebih lagi jika ternyata sembelihannya dipotong setelah dzuhur misalnya, apalagi baru disembelih pada hari berikutnya, dari pada menahan lapar, terlebih lagi hari lebaran diharamkan berpuasa.
Adapun orang yang tidak berkurban maka diberi pilihan, ia boleh makan sebelum shalat atau setelah shalat. Manshur al-Buhuti berkata :
وَيُسَنُّ الْإِمْسَاكُ فِي الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ … لِيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ ….إنْ كَانَ يُضَحِّي وَإِلَّا خُيِّرَ بَيْنَ أَكْلِهِ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَبَعْدَهَا
“Disunnahkan untuk puasa (tidak makan dan tidak minum) pada hari iedul adha hingga ia shalat… agar ia makan dari sembelihannya… jika dia berkurban. Jika tidak berkurban, maka ia diberi pilihan antara makan sebelum shalat atau setelah shalat” (Kasyaaf al-Qinaa’ 2/51).
Sebagian ulama memandang meskipun tidak berkurban, lebih utama tetap tidak makan sebagaimana orang yang berkurban. Hal ini demi untuk menjaga sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, agar tidak ditinggalkan (lihat Syarh Mukhtashor Kholil, Al-Khurosyi 2/102)
Peringatan :
Disukai agar yang pertama dimakan dari hewan sembelihan adalah hatinya. Ini adalah pendapat fuqoha dari 4 madzhab, yaitu madzhab Hanafi (lihat Hasyiat at-Thohthoowi ‘laa Marooqi al-Falaah, Ath-Thohthoowi al-Hanafi hal 536) madzhab Maliki (Lihat Syarh Mukhtashor al-Kholil, al-Khurosy 2/102, madzhab Syafií (lihat al-Umm, Asy-Syafií 2/239), dan madzhab Hambali (Kasyaaf al-Qinaa’, Al-Buhuti 2/51).
Ada tiga alasan yang disebutkan oleh para fuqoha akan hal ini :
Pertama : Telah datang hadits yang menunjukan akan hal ini. Dari Buraidah al-Aslami radhiallahu ánhu -hadits yang telah lalu-, akan tetapi dalam sebagian riwayat ada tambahan :
وَكَانَ إِذَا رَجَعَ أَكَلَ مِنْ كَبِدِ أُضْحِيَّتِهِ
“Jika Nabi shallallahu álaihi wasallam pulang dari shalat ídul Adha, maka beliau makan dari hati sembelihan beliau” (HR Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubro no 6161)
Akan tetapi hadits ini diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai hujjah (seperti al-Baihaqi dalam kitabnya Fadhoil al-Awqoot, al-Baihaqi no 214), dan sebagian ulama memandang hadits ini dhoíf karena sebagian perawinya bermasalah (Lihat Mizaan al-I’tidaal, Adz-Dzahabi 3/86)
Kedua : Karena hati adalah mudah dimasak sehingga lebih mudah untuk segera dimakan, mengingat orang yang hendak berkurban sudah berpuasa sejak subuh.
Ketiga : Sebagai bentuk tafaaúl (berharap dengan berbaik sangka) jika makan hati sembelihan maka merupakan sebab masuk surga, karena hidangan jamuan pertama kali bagi penghuni surga adalah ziaadah (tambahan) hati ikan paus (Lihat Syarh Mukhtashor Kholil, al-Kurosyi 2/102). Ketika Nabi ditanya فَمَا تُحْفَتُهُمْ حِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ؟ “Hadiah (pemberian khusus) kepada mereka ketika mereka masuk surga?”, Rasulullah berkata :
زِيَادَةُ كَبِدِ النُّونِ
“Jamuan penghuni surga adalah bagian ujung hati ikan paus” (HR Muslim no 315 dari hadits Tsaubaan)
Nabi juga bersabda :
أَوَّلُ طَعَامٍ يَأْكُلُهُ أَهْلُ الجَنَّةِ زِيَادَةُ كَبِدِ حُوتٍ
“Makanan pertama yang dimakan oleh penghuni surga adalah bagian ujung hati ikan paus” (HR Al-Bukhari secara ta’liiq 8/113 dari Abu Saíd al-Khudri)
Namun jika seseorang makan selain hati sembelihan maka tidak mengapa.