Berkata As-Suusi rahimahullah:
الإِخْلاَصُ فَقْدُ رُؤْيَةِ الإِخْلاَصِ، فَإِنَّ مَنْ شَاهَدَ فِي إخْلاَصِهِ الإِخْلاَصَ فَقَدْ احْتَاجَ إِخْلاَصُهُ إِلَى إِخْلاَصٍ
“Ikhlas adalah hilangnya perasaan memandang bahwa diri sudah ikhlash, karena barang siapa yang melihat tatkala dia sudah ikhlash bahwasanya ia adalah seorang yang ikhlash maka keikhlasannya tersebut butuh pada keikhlasan” (Tazkiyatun Nufuus 4)
Yusuf bin Al-Husain Ar-Roozi rahimahullah berkata :
أَعَزُّ شَيْءٍ في الدُّنْيَا الإخْلاَصُ، وَكَمْ أَجْتَهِدُ فِي إِسْقَاط الرِّيَاءِ عَنْ قَلْبِي وَكَأَنَّهُ يَنْبُتُ فِيْهِ عَلَى لَوْنٍ آخَرَ
“Perkara yang paling berat di dunia adalah ikhlas, betapa sering aku berijtihad (bersungguh-sungguh) untuk menghilangkan riyaa’ dari hatiku akan tetapi seakan-akan riyaa’ tersebut kembali muncul lagi dalam bentuk yang lain” (Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam 42)
Untuk berjihad melawan riyaa’ maka dibangun diatas ilmu dan usaha. Adapun ilmu maka ada empat hal yang harus kita renungkan atau kita pikirkan, yaitu :
Pertama : Akibat buruk bagi seorang yang riyaa di akhirat
Kedua : Akibat buruk bagi orang yang riyaa’ di dunia
Ketiga : Merenungkan hakekat oang yang kita harapkan pujiannya.
Keempat : Merenungkan hakekat diri kita
Kesudahan orang yang riyaa’ di akhirat:
Pertama : Barang siapa yang riyaa’ dan sum’ah di dunia maka di akhirat kelak ia akan dipermalukan oleh Allah di hadapan khalayak ramai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ
“Barangsiapa yang memperdengarkan maka Allah akan memperdengarkan tentangnya, dan barangsiapa yang memperlihatkan (riyaa’) maka Allah akan memperlihatkan tentang dia” (HR Al-Bukhari no 6499)
Al-Khotthobi berkata, “Maknanya adalah barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan tanpa ikhlas, akan tetapi karena ingin dilihat oleh masyarakat dan disebut-sebut oleh mereka maka ia akan dibalas atas perbuatannya tersebut, yaitu Allah akan membongkarnya dan menampakan apa yang dulu disembunyikannya” (Fathul Baari 11/344-345)
Al-Mubaarokfuuri berkata, “Barangsiapa yang menjadikan dirinya tersohor dengan kabaikan atau yang lainnya karena kesombongan atau karena riyaa’ maka Allah akan mensohorkannya pada hari kiamat kelak dihadapan khalayak manusia di padang mahsyar dengan membongkar bahwasanya ia adalah orang yang riyaa’ pendusta. Allah mengabarkan kepada manusia riyaa’nya dan sum’ahnya, maka terbongkarlah aibnya di hadapan manusia” (Tuhfatul Ahwazi 4/186).
Diantara makna hadits ini sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar adalah :
– Barangsiapa yang mengesankan bahwasanya ia telah melakukan suatu amal sholeh padahal ia tidak melakukannya maka Allah akan membongkar kebohongannya tersebut (lihat Fathul Baari 11/337)
– Barangsiapa yang beramal dengan mengesankan kepada masyarakat bahwasanya ia adalah orang yang ikhlas namun ternyata beramal karena riyaa’, maka pada hari kiamat kelak Allah akan menunjukan pahala amalannya tersebut seakan-akan pahala amalan tersebut untuknya namun ternyata Allah menghalanginya dari pahala tersebut. (lihat Fathul Baari 11/337)
Oleh karenanya para pembaca yang budiman, sebelum kita melakukan riyaa’ maka renungkanlah apakah kita siap untuk dipermalukan oleh Allah pada hari kiamat kelak??!. Kita menampakkan pada guru kita, pada murid-murid kita, pada sahabat-sahabat kita seakan-akan kita selalu beramal karena Allah, ternyata kita hanya menipu mereka, ternyata kita hanya mengharapkan pujian atau penghormatan mereka. Bagaimana jika Allah membongkar busuknya niat kita di hadapan mereka…, tentunya kita sangat dipermalukan. Wall’iyaadzu billah.
Kedua : Setelah orang-orang yang riyaa’ dipermalukan oleh Allah di hadapan seluruh manusia di padang mahsyar lantas orang-orang yang riyaa’ itulah yang pertama kali diadzab oleh Allah.
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku mendengar Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ، رَجُلٌ اسْتَشْهَدَ فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَى اسْتَشْهَدْتُ، قَالَ: كَذَبْتَ، لَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيْءٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ، وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا فَعَلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، لَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ. وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَّادٌ، فَقَدْ قِيْلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya manusia paling pertama yang akan dihisab urusannya pada hari kiamat adalah: Seorang lelaki yang mati syahid, lalu dia didatangkan lalu Allah mengingatkan nikmat-nikmatNya (yang telah diberikan kepadanya-pen) maka diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat dengan nikat-nikmat tersebut?” dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu berperang agar kamu dikatakan pemberani, dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (orang kedua adalah) seseorang yang mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan dia membaca (menghafal) Al-Qur`an. Maka dia didatangkan lalu Allah mengingatkan nikmat-nikmatNya (yang telah diberikan kepadanya -pen) maka diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur`an karena-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu menuntut ilmu agar kamu dikatakan seorang alim dan kamu membaca Al-Qur`an agar dikatakan, “Dia adalah qari`,” dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka. Dan (yang ketiga adalah) seseorang yang diberikan keluasan (harta) oleh Allah dan Dia memberikan kepadanya semua jenis harta. Maka dia didatangkan lalu Allah mengingatkan nikmat-nikmatNya (yang telah diberikan kepadanya-pen) maka diapun mengakuinya. Allah berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat padanya?” dia menjawab, “Aku tidak menyisakan satu jalanpun yang Engkau senang kalau seseorang berinfak di situ kecuali aku berinfak di situ untuk-Mu.” Allah berfirman, “Kamu berdusta, akan tetapi sebenarnya kamu melakukan itu agar dikatakan, “Dia adalah orang yang dermawan,” dan kamu telah dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia dilemparkan masuk ke dalam neraka.” (HR. Muslim mo. 1905)
Nasib orang yang riyaa’ di dunia
Pertama : Orang yang riyaa’ senantiasa di atas kegelisahan. Karena amal yang ia kerjakan dibangun di atas mencari pujian orang lain, maka ia akan selalu menderita, baik sebelum beramal, tatkala sedang beramal, maupun setelah beramal. Iapun juga selalu menderita baik dipuji apalagi jika tidak dipuji.
Sebelum beramal ia akan gelisah memikirkan amal apa dan bagaimana bisa ia lakukan agar ia dipuji manusia, ia khawatir jika amalannya salah atau kurang baik maka ia akan dicela dan tidak dipuji serta tidak dihargai atau dihormati orang lain.
Tatakala beramalpun demikian, perasaan tersebut masih terus menyertai hatinya. Apalagi setelah beramal, maka gelisahpun semakin menjadi-jadi menanti pujian yang diharap-harapkan.
Jika ternyata pujian yang diharapkan tak kunjung tiba maka hatinya sangat kesal… seakan-akan tersayat-sayat… ungkapan penyesalanpun bertumpuk di hatinya.. seraya berkata, “Percuma saya memberi sedekah kepadanya, ia adalah orang yang tidak tahu berterima kasih…”, “percuma saya menolong si fulan, ia tidak menghargai pertolonganku..”. “Percuma saya berhaji dengan mengeluarkan uang puluhan juta, toh masyarakat tidak menghormatiku dan tidak memanggilku dengan gelaran pak haji…”. “Percuma saya memberi ceramah-ceramah agama kepada mereka, toh mereka kurang menghormati saya…”
Jika akhirnya pujian dan sanjungan yang ditungu-tunggu itupun tiba ternyata … terkadang pujian tersebut tidak seperti yang ia harapkan. Ia ingin agar sanjungan dan penghormatan yang ia raih lebih daripada apa yang ia dengar. Maka menderitalah hatinya.
Jika pujian yang ia nanti-nantikan ternyata sesuai dengan yang ia harapkan maka iapun bahagia sekali…kepalanyapun membesar… hatinya berbinar-binar…, akan tetapi ketahuilah para pembaca yang dirahmati Allah… kebahagiaan tersebut hanyalah semu.. karena sebentar lagi ia akan kembali menderita karena hatinya bergejolak ingin pujian tersebut langgeng dan abadi… namun kenyataannya terkadang pujian tersebut hanya sebentar saja.. lalu sirna. Hatinya kembali gelisah… kapan ia dipuji lagi seperti pujian tersebut…??!!.
Kedua : Orang yang riyaa’ memang terkadang meraih pujian dan sanjungan yang ia harapkan dari masyarakat. Jadilah ia tersohor dan dikenal harum namanya oleh masyarakat. Hal ini sebagaimana yang ditunjukan oleh hadits
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ
“Barangsiapa yang memperdengarkan maka Allah akan memperdengarkan tentangnya, dan barangsiapa yang memperlihatkan (riyaa’) maka Allah akan memperlihatkan tentang dia” (HR Al-Bukhari no 6499)
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan bahwasanya di antara tafsiran dari hadits ini adalah bahwasanya makna dari ((Allah memperdengarkan tentangnya)) adalah barangsiapa yang beramal dengan maksud untuk meraih kedudukan dan kehormatan di masyarakat dan bukan karena mengharap wajah Allah maka Allah akan menjadikan dia bahan pembicaraan di antara orang-orang yang ia ingin dihormati oleh mereka. Akan tetapi ia tidak akan mendapatkan pahala di akhirat. (lihat Fathul Baari 11/336-337)
Dan hal ini sesuai dengan firman Allah
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ (١٥)أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٦)
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan (QS Huud : 15-16).
Oleh karenanya bukanlah hal yang mengherankan kalau seseorang yang riyaa’ dipuji-puji dan dielu-elukan oleh masyarakat. Karena itulah memang yang ia inginkan dan Allah mengabulkan keinginannya tersebut tanpa mengurangi sama sekali. Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits yang telah lalu tentang tiga orang yang pertama kali diadzab di akhirat kelak, di mana keinginan mereka untuk dikenal sebagai pahlawan pemberani, dikenal sebagai seorang yang alim, dan dikenal sebagai dermawan dikabulkan oleh Allah.
Akan tetapi para pembaca yang budiman, apakah pujian dan sanjungan ini akan lenggeng dan kekal…??? Tentunya tidak, Allah terkadang membongkar aibnya dan kedustaannya tersebut di dunia sebelum di akhirat.
Ibnu Hajr rahimahullah menyebutkan bahwa di antara makna hadits ((Allah memperdengarkan tentangnya)) adalah barangsiapa yang beramal sholeh karena ingin disebut-sebut maka Allah akan membuat ia tersohor di antara orang-orang yang ia harapkan pujian mereka akan tetapi tersohor dengan celaan, dikarenakan busuknya niatnya. (lihat Fathul Baari 11/337).
Hal ini dikuatkan dengan sebuah hadits berikut ini :
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَقَى هُوَ وَالْمُشْرِكُونَ فَاقْتَتَلُوا فَلَمَّا مَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَسْكَرِهِ وَمَالَ الْآخَرُونَ إِلَى عَسْكَرِهِمْ وَفِي أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ لَا يَدَعُ لَهُمْ شَاذَّةً وَلَا فَاذَّةً إِلَّا اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بِسَيْفِهِ فَقَالَ مَا أَجْزَأَ مِنَّا الْيَوْمَ أَحَدٌ كَمَا أَجْزَأَ فُلَانٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا صَاحِبُهُ قَالَ فَخَرَجَ مَعَهُ كُلَّمَا وَقَفَ وَقَفَ مَعَهُ وَإِذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ مَعَهُ قَالَ فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بِالْأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَى سَيْفِهِ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَخَرَجَ الرَّجُلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ الرَّجُلُ الَّذِي ذَكَرْتَ آنِفًا أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَأَعْظَمَ النَّاسُ ذَلِكَ فَقُلْتُ أَنَا لَكُمْ بِهِ فَخَرَجْتُ فِي طَلَبِهِ ثُمَّ جُرِحَ جُرْحًا شَدِيدًا فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ فِي الْأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَيْهِ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dari sahabat Sahl bin Sa’ad As-Saa’idi radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang melawan kaum musyrikin. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke pasukan perangnya dan kaum musyrikinpun telah kembali kepasukan perang mereka (untuk menanti perang selanjutnya-pen), dan diantara sahabat-sahabat Nabi (yang ikut berperang) ada seseorang yang tidak seorang musyrikpun yang menyendiri dari pasukan musyrikin atau terpisah dari kumpulan kaum musyrikin kecuali ia mengikutinya dan menikamnya dengan pedangnya, maka ada yang berkata, “Tidak ada diantara kita yang memuaskan kita pada perang hari ini sebagaimana yang dilakukan oleh si fulan”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Adapun si fulan maka termasuk penduduk api neraka”. Salah seorang berkata, “Saya akan menemani (membuntuti) si fulan tersebut”. Maka iapun mengikuti si fulan tersebut, jika si fulan berhenti maka ia ikut berhenti, jika sifulan berjalan cepat, iapun berjalan cepat. Maka si fulan ini (setelah berperang-pen) terluka parah, maka iapun segera membunuh dirinya. Ia meletakkan pedangnya di tanah kemudian mata pedangnya ia letakkan di dadanya, lalu pun menindihkan dadanya ke pedang tersebut maka iapun membunuh dirinya. Orang yang membuntutinya segera menuju ke Rasulullah dan berkata, “Aku bersaksi bahwasanya engkau adalah utusan Allah”. Rasulullah berkata, “Ada apa?”. Ia berkata, “Orang yang tadi engkau sebutkan bahwasanya ia masuk neraka !!, lantas orang-orangpun merasa heran, lalu aku berkata biarlah aku yang akan mengeceknya. Maka akupun keluar mengikutinya, lalu iapun terluka sangat parah lantas iapun meletakkan pedangnya diatanah dan meletakkan mata pedangnya di dadanya lalu iapun menindihkan dadanya ke mata pedang tersebut, dan iapun membunuh dirinya”.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Sesungguhnya seseorang sungguh-sungguh melakukan amalan penghuni surga menurut apa yang nampak bagi manusia padahal ia termasuk penghuni neraka, dan seseorang melakukan amalan penghuni neraka menurut apa yang nampak bagi manusia padahal ia termasuk penduduk surga” (HR Al-Bukhari no 2898 dan Muslim no 179)
Maka Sungguh benar perkataan Hammad bin Salamah :
مَنْ طَلَبَ الْحَدِيْثَ لِغَيْرِ اللهِ مُكِرَ بِهِ
“Barangsiapa yang mencari hadits bukan kerana Allah maka akan dibuat makar kepadanya” (Al-Jaami’ li Akhlaaq Ar-Roowi wa Aaadaabus Saami’ 1/126 no 20)
Kita dapati adanya orang-orang yang tersohor dengan ilmunya, jadilah ia pemimpin para dai, namun ternyata pada akhirnya iapun ditinggalkan oleh para pengikutnya…. Semua ini karena buruknya niat yang tersembunyi.
Hakikat orang yang kita harapkan pujiannya
Tahukah kita siapa hakikat orang yang kita harapkan pujiannya tatkala kita beribadah?, tatkala kita sholat dengan menghinakan jidat kita di tanah?, tatkala kita menuntut ilmu dengan susah payah?, tatkala cape untuk berdakwah??!!
Saya mengajak para pembaca sekalian merenungkan hakikat orang yang kita harapkan pujiannya tersebut…
Pertama : Manusia yang berada di hadapan kita, yang kita harapkan pujiannya adalah makhluk yang tidak bisa memberi manfaat dan mudhorot
kedua : Lihatlah manusia yang …kita harapkan pujiannya, ternyata merupakan makhluk yang sangat lemah, coba lihat dan ingat tatkala ia sedang sakit dan terbaring di rumah sakit, maka perihalnya seperti anak kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa. Makhluk yang seperti ini maka buat apa kita mengharapkan pujiannya??
Ketiga : Jika manusia yang kita harapkan pujiannya itu meninggal dan tidak dikubur tentunya akan menimbulkan bau yang sangat busuk dan mengganggu. Bahkan bau busuknya bisa mengganggu warga sekampung, bahkan busuknya mayatnya bisa menimbulkan beraneka ragam penyakit. Jika perkaranya demikian, maka apakah pantas kita mengharapkan pujian dari makhluk yang seperti ini??!!
Keempat : Bisa jadi kita lebih baik daripada makhluk yang kita harapkan pujiannya tersebut, kalau begitu buat apa mengharap pujian dari orang yang lebih rendah dari kita..??
Kelima : Makhluk yang kita harapkan pujiannya ini memang memuji kita dengan pujian yang indah, tapi coba kalau dia bermasalah dengan kita, tentunya akan memaki kita juga dengan makian yang lebih indah juga.
Keenam : Orang yang riyaa’ pada hari kiamat disuruh mencari pahala dari orang-orang yang dia dahulu mengharapkan pujian dan penghormatan dari mereka tatkala di dunia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ أَّخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَُرُ، قَالُوْا : وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ؟ قَالَ : الرِّيَاءُ، يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لِأَصْحَابِ ذَلكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إذَا جَازَى النَّاسَ : اِذْهَبُوْا إِلَى الَّذِيْنَ كُنْتُمْ تُرَاءُوْنَ فِي الدُّنْيَا، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً ؟!
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil”. Mereka berkata, “Apakah itu syirik kecil?”. Nabi berkata, “Riyaa’, pada hari kiamat tatkala Allah membalas perbuatan manusia maka Allah berkata kepada orang-orang yang riyaa’ : “Pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu di dunia kalian riyaa kepada mereka, maka lihatlah apakah kalian akan mendapatkan balasan amalan (riyaa) kalian di sisi mereka??!” (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam ash-Shahihah no 951).
Para pembaca yang budiman apakah orang-orang yang kita harapkan pujian mereka akan bisa membantu kita sedikitpun di akhirat kelak?, apakah mereka bisa memberikan sedikitpun ganjaran amal sholeh kita?. Jawabannya tentu tidak.
Ketujuh : Meskipun kita dipuji setinggi langit akan tetapi kita yang lebih tahu tentang hakikat diri kita yang penuh dengan dosa. jika seandainya satu dosa kita saja dibongkar oleh Allah maka seluruh orang yang tadinya memuji kita tentu akan berbalik mencela kita….wallahu a’lam
Hakikat kita yang dipuji
Sesungguhnya pujian dan sanjungan orang lain kepada kita tidaklah akan merubah hakikat kita di hadapan Allah Yang maha Mengetahui apa yang nampak dan tersembunyi. Orang lain boleh terpedaya dengan penampilan kita… dengan indahnya perkataan kita… dengan ta’jubnya tulisan-tulisan kita… akan tetapi kitalah yang lebih tahu tentang hakikat diri kita yang penuh dosa.
Sungguh indah perkataan Muhammad bin waasi’ rahimahullah :
لَوْ كَانَ لِلذُّنُوْبِ رِيْحٌ مَا جَلَسَ إِلَيَّ أَحَدٌ
“Jika seandainya dosa-dosa itu mengeluarkan bau maka tidak seorangpun yang akan duduk denganku” (Siyaar A’laam An-Nubalaa’ 6/120)
Jika setiap dosa yang kita lakukan memiliki bau busuk yang khas tentunya akan keluar beraneka ragam bau yang busuk dari tubuh kita. Maka semua orang akan lari dari kita.
Jika seandainya Allah membongkar satu saja aib kita yang selama ini kita sembunyikan tentunya semua orang yang tadinya memuji dan menghormati serta menyanjung kita akan berbalik mencela dan merendahkan. Wallahul musta’aan.
Sebagai renungan maka silahkan membaca kembali artikel ini (http://www.firanda.com/index.php/artikel/wejangan/27-wasiat-ibnu-masud-1-qkalau-kalian-mengetahui-dosa-dosaku-maka-tidak-akan-ada-dua-orang-yang-berjalan-di-belakangkuq-) dan juga artikel (http://www.firanda.com/index.php/artikel/34-penyakit-hati/105-kenapa-mesti-ujub)
Akhirnya… selamat berjuang dan berjihad melawan riyaa… sungguh jihad yang sangat sulit.., sungguh jihad yang tiada hentinya… hingga nafas yang terakhir.
Madinah Munawwarah, 10 Safar 1432 / 14 Januari 2011
Firanda Andirja
www.firanda.com