Berlebih-lebihan Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Hingga Mengangkat Beliau pada Derajat Ketuhanan

12808

عن ابن عباس سمع عمر رضي الله عنه يقول على المنبر سمعت النبي  صلى الله عليه وسلم  يقول لا تطروني كما أطرت النصارى بن مريم فإنما أنا عبده فقولوا عبد الله ورسوله

Dari Ibnu Abbas, dia mendengat Umar berkata di atas mimbar, “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan kepada Isa bin Maryam, sesunggunhya aku hanyalah seorang hamba Allah maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya” HR Al-Bukhari no 3445, 6830

Perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah” menunjukan bahwa beliau hanyalah manusia biasa, demikian juga para nabi yang lain. Oleh karena itu para nabi makan, minum, beristri, memiliki keturunan, mereka juga ditimpa dengan penyakit, mereka meninggal, bahkan ada di antara mereka yang dibunuh.

·         Dalil-dalil yang menunjukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia sangat banyak, di antaranya:

(ُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ﴾ (الكهف: من الآية110)

Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku…”
(QS 18:110).

(قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَراً رَسُولاً﴾ (الاسراء:93)

Katakanlah:”Maha suci Rabbku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul” (QS. 17:93).

 

Kedua ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan kepada umatnya bahwa dia adalah seorang manusia biasa seperti mereka

(وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيراً﴾ (الفرقان:7)

Dan mereka berkata:”Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia,
(QS. 25:7)

Berkata Ibnu Katsir, “Allah mengabarkan tentang keras kepalanya orang-orang kafir dan pembangkangan mereka serta pendustaan mereka terhadap kebenaran tanpa hujjah dan dalil dari mereka. Mereka hanya bisa beralasan (untuk mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan perkataan mereka, “Mengapa ada Rasul yang makan makanan sebagaimana kami juga memakan makanan dan ia membutuhkan makanan sebagaimana kami, dan ia berjalan di pasar yaitu dia bolak-balik ke pasar dalam rangka mencari penghasilan dan untuk berdagang” Ayat ini jelas menunjukan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti manusia yang lainnya, tidak sebagaimana perkataan sebagian orang yang mengatakan bahwa tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terang mengeluarkan cahaya sehingga beliau tidak memiliki bayangan karena cahaya matahari terpantul terkena cahaya tubuh beliau. Bantahan akan hal ini sebagai berikut:

–          Kalau seandainya demikian tentunya orang-orang kafir akan langsung beriman karena melihat cahaya tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah manusia biasa. Namun kenyataannya mereka mendustakan kerasulan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan alasan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada bedanya dengan mereka sama-sama manusia, sebagaimana hal ini juga dikatakan kepada nabi-nabi terdahulu

(قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ)

”Mereka menjawab:”Kalian tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kalian tidak lain hanyalah para pendusta belaka”.
(QS. 36:15)

–          Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di payungi tatkala melempar jumroh Aqobah

عن يحيى بن الحصين عن أم الحصين جدته قالت حججت مع رسول الله  صلى الله عليه وسلم  حجة الوداع فرأيت أسامة وبلالا وأحدهما آخذ بخطام ناقة النبي  صلى الله عليه وسلم  والآخر رافع ثوبه يستره من الحر (و في رواية: من الشمس) حتى رمى جمرة العقبة

Dari Yahya bin Al-Hushoin dari nenek beliau Ummul Hushoin, ia berkata, “Aku berhaji bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu haji wada’ maka aku melihat Usamah dan Bilal, salah satu dari mereka berdua memegang kendali unta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya mengangkat bajunya menutupi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena panas (dalam riwayat yang lain[1] : karena matahari) hingga Nabi selesai melempar jumroh Aqobah”[2]

Kalau memang tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercahaya sehingga cahaya matahari terpantul dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki bayangan tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak butuh untuk dipayungi karena ia tidak akan merasa kepanasan karena terik matahari.

–          Kisah ‘Aisyah yang berbaring di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau sholat.

عن عائشة زوج النبي  صلى الله عليه وسلم  أنها قالت كنت أنام بين يدي رسول الله  صلى الله عليه وسلم  ورجلاي في قبلته فإذا سجد غمزني فقبضت رجلي فإذا قام بسطتهما قالت والبيوت يومئذ ليس فيها مصابيح

Dari ‘Aisyah Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Saya tidur di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku berada di kiblatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu ditempat sujud beliau). Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud maka beliau memegangku maka akupun melipat kedua kakiku, dan jika ia telah berdiri maka aku kembali menjulurkan kedua kakiku”. Aisyah berkata, “Pada waktu itu rumah-rumah belum ada lampunya”[3]

Berkata Imam An-Nawawi mengomentari perkataan Aisyah “Pada waktu itu rumah-rumah belum ada lampunya”, “Aisyah menyampaikan alasannya, ia berkata “Seandainya jika di rumah-rumah ada lampunya maka aku sudah melipat kedua kakiku tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak sujud sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak butuh untuk menyentuhku (mengisyaratkan kepadaku bahwa ia ingin sujud)”[4]. Hadits ini jelas sekali menunjukkan bahwa tubuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengeluarkan cahaya, karena kalau mengeluarkan cahaya tentunya ‘Aisyah tidak butuh lagi terhadap lampu.

(وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيراً﴾ (الفرقان:20)

“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum kamu, melainkan mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi yang lain. Sanggupkah kamu bersabar Dan Rabbmu Maha Melihat”.
(QS. 25:20)

(وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً ﴾(الرعد:38)

”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.”.
(QS. 13:38)

(إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ﴾ (الزمر:30)

“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)”.
(QS. 39:30)

( وَقَتْلَهُمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ﴾ (آل عمران: من الآية181) ﴿ وَقَتْلِهِمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ﴾ (النساء: من الآية155)

“…dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar..”
(QS 3:181, 4:155)

·    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui ilmu goib (kecuali sebagian ilmu goib yang Allah kabarkan kepadanya), diantara dalil-dalil akan hal ini:

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (QS. 27:65)

(إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ﴾ (لقمان:34)

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(QS. 31:34)

عن الرُّبَيِّعِ بنت مُعَوِّذٍ قالت دخل علي النبي  صلى الله عليه وسلم  غداةَ بُنِيَ عَلَيَّ فجلس على فراشي كمَجْلََِسِك مني وجُوَيْرِيَات يضربن بالدف يندُبْنَ من قتل من آبائهن يوم بدر حتى قالت جارية وفينا نبي يعلم ما في غد فقال النبي  صلى الله عليه وسلم  لا تقولي هكذا وقولي ما كنت تقولين

Dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menemuiku di pagi hari dimana aku diserahkan[5] kepada suamiku, lalu ia duduk di tempat tidurku ini sebagaimana engkau (Kholid bin Dzakwan)[6] duduk dihadapanku sekarang, dan anak-anak wanita kecil sedang menandungkan sya’ir-sya’ir yang berisi pujian-pujian terhadap bapak-bapak mereka yang meninggal pada waktu perang Badar hingga ada salah seorang anak yang berkata, “Dan bersama kami seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepada anak itu, “Janganlah engkau berucap demikian, ucapkanlah apa yang tadi telah engkau ucapkan (yaitu sya’ir-sya’ir yang berisi puji-pujian)”[7]

(قُُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلا ضَرّاً إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ﴾(لأعراف:188)

Katakanlah:”Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. 7:188)

Oleh karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa datang maka beliaupun ditimpa dengan kemudhorotan. Di antaranya beliau memakan kambing yang merupakan hadiah dari seorang wanita yahudi yang diberi racun.

أن يهودية من أهل خيبر سمت شاة مصلية ثم أهدتها لرسول الله  صلى الله عليه وسلم  فأخذ رسول الله  صلى الله عليه وسلم  الذراع فأكل منها وأكل رهط من أصحابه معه ثم قال لهم رسول الله  صلى الله عليه وسلم  ارفعوا أيديكم وأرسل رسول الله  صلى الله عليه وسلم  إلى اليهودية فدعاها فقال لها أسممت هذه الشاة قالت اليهودية من أخبرك قال أخبرتني هذه في يدي للذراع قالت نعم قال فما أردت إلى ذلك قالت قلت إن كان نبيا فلن يضره وإن لم يكن استرحنا منه فعفا عنها رسول الله  صلى الله عليه وسلم  ولم يعاقبها وتوفي بعض أصحابه الذين أكلوا من الشاة وأحتجم رسول الله  صلى الله عليه وسلم  على كاهله من أجل الذي أكل من الشاة حجمه أبو هند بالقرن والشفرة وهو مولى لبني بياضة من الأنصار

Dari Jabir bin Abdillah bahwasanya ada seorang wanita yahudi dari penduduk Khaibar meletakkan racun pada kambing pangang kemudian menghadiahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil paha kambing tersebut dan memakannya. Sekelompok sahabat (kurang dari 10 orang) ikut memakan kambing beracun tersebut bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian (tatkala sedang makan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka, “Angkat tangan-tangan kalian (yaitu berhenti makan)!”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada wanita yahudi tersebut untuk memanggilnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada wanita itu, “Apakah engkau meletakkan racun pada kambing ini?”, wanita tersebut berkata, “Siapakah yang mengabarkanmu?”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Paha kambing ini yang mengabarkan aku”. Wanita itu berkata, “Iya (akulah meletakkan racun)”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang engkau kehendaki?”, wanita itu berkata, “Aku berkata seandainya orang ini (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah seorang Nabi maka racun ini tidak akan membahayakannya, dan jika ia bukan seorang nabi maka kami akan beristirahat darinya (karena akan mati setelah teracuni)”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memaafkan wanita tersebut dan tidak menghukumnya. Sebagian sahabat yang ikut memakan kambing beracun itu meninggal. Aku membekam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bagian atas punggung beliau karena racun yang dimakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dan Abu Hind (seorang budak milik bani Bayadhoh dari kaum Ansor) membekam Rasulullah di tempat yang bernama Al-Qorn dengan menggunakan pisau yang lebar”[8]

‘Ikrimah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dan ia dalam keadaan muhrim karena memakan kambing beracun yang berasal dari seorang wanita. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih terus merasakan sakitnya” As-Sunan Al-Kubro 4/377

Hadits ini jelas menunjukan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, jangankan besok hari bahkan satu detik di masa depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu apa yang akan terjadi. Kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu mestinya dia tidak akan memasukkan secuil dagingpun dalam mulut beliau, apalagi sampai membiarkan sebagian para sahabatnya meninggal karena memakan kambing beracun tersebut.

Contoh yang lain adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terluka tatkala perang Uhud.

عن سهل قال لما كسرت بيضة النبي  صلى الله عليه وسلم  على رأسه وأدمي وجهه وكسرت رباعيته وكان علي يختلف بالماء في المجن وكانت فاطمة تغسله فلما رأت الدم يزيد على الماء كثرة عمدت إلى حصير فأحرقتها وألصقتها على جرحه فرقأ الدم

Dari Sahl –semoga Allah meridhainya-, ia berkata, “Tatkala pecah pelindung kepala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajah beliau berdarah dan pecah gigi seri beliau Ali bolak-balik mengambil air dengan menggunakan perisai (sebagai wadah air) dan Fatimah mencuci darah yang ada di wajah beliau. Tatkala Fatimah melihat darah semakin banyak lebih daripada airnya maka Fatimahpun mengambil hasir (yaitu tikar yang terbuat dari daun) lalu diapun merobeknya dan menempelkan robekan tersebut pada luka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka berhentilah aliran darar” HR Al-Bukhari no 2903

Kalau memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui ilmu goib tentunya ia tidak akan terluka demikian parahnya apalagi sampai banyak dari para sahabat yang terbunuh tatkala perang Uhud, karena kalau ia tahu ilmu goib maka ia akan mengetahui siasat apa yang digunakan oleh orang-orang musyrik tatkala perang.

Contoh yang lain tatkala Aisyah kehilangan kalungnya tatkala itu ia sedang dalam perjalanan di malam hari bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya (termasuk ayahnya Abu Bakar As-Siddiq). Mereka saat itu tidak memiliki air yang cukup untuk berwudlu kemudian perjalanan terhenti (atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) demi untuk mencari kalung Aisyah yang hilang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sebagian para sahabatnya untuk mencari kalung tersebut. Orang-orang mendatangi Abu Bakar mengeluh atas apa yang terjadi gara-gara Aisyah. Abu Bakarpun mencela Aisyah. Hingga tatkala subuh hari dan tiba waktu sholat mereka mencari air untuk berwudlu namun mereka tidak mendapatkan air maka turunlah ayat tentang bolehnya tayammum. Lihat kisah selengkapnya dalam HR Al-Bukhari no 334

Renungkanlah…jangankan apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan apa yang terjadi di masa yang di alami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau juga tidak tahu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu dimana kalung Aisyah yang hilang, bahkan beliau memerintahkan para sahabat untuk mencari kalung tersebut. Kalau beliau mengetahui dimana letak barang hilang (sebagaimana pengakuan sebagian orang-orang yang mengaku-ngaku diri mereka adalah wali) tentunya beliau tidak perlu repot-repot semalaman mencari kalung hilang tersebut.

Contoh yang lain, kisah tentang tuduhan terhadap Aisyah bahwa ia telah berbuat serong bersama Sofwan bin Al-Mu’aththil As-Sulami. Kemudian tersebar berita ini di kota Madinah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mengetahui hakekat kejadian yang sebenarnya. Beliaupun tidak meminta kepada jin untuk mencari berita. Hingga akhirnya Allah yang memberitahu beliau bahwa berita tersebut tidak benar. Lihat kisah selengkapnya dalam HR Al-Bukhari no 4141

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إني لم أومر أن أنقب قلوب الناس ولا أشق بطونهم

“Sesungguhnya aku tidak diperintah untuk memeriksa isi hati manusia dan membelah perut mereka”
HR Al-Bukhari no 4351

عن أسامة قال بعثنا رسول الله  صلى الله عليه وسلم  في سرية فصبحنا الحرقات من جهينة فأدركت رجلا فقال لا إله إلا الله فطعنته فوقع في نفسي من ذلك فذكرته للنبي  صلى الله عليه وسلم  فقال رسول الله  صلى الله عليه وسلم  أقال لا إله إلا الله وقتلته قال قلت يا رسول الله إنما قالها خوفا من السلاح قال أفلا شققت عن قلبه حتى تعلم أقالها أم لا فما زال يكررها علي حتى تمنيت أني أسلمت يومئذ

Dari Usamah bin Zaid ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami bersama pasukan kecil maka kamipun menyerang beberapa dusun dari qobilah Juhainah, maka akupun berhadapan dengan seseorang (tatkala dia telah kalah dan akan aku bunuh) dia mengucapkan la ilaha illallah, akupun tetap menikamnya. Namun setelah itu aku merasa tidak enak akan hal itu maka akupun menceritakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apakah ia mengucapkan la ilha illallah lantas engkau tetap membunuhnya??”. Aku berkata, “Ya Rasulullah, dia mengucapkannya hanya karena takut pedangku!”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mengapa engkau tidak membelah hatinya hingga engkau tahu bahwa dia mengucapkannya karena takut atau tidak!?”. Berkata Usamah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengulang-ngulang perkataannya kepadaku itu hingga aku berangan-angan seandainya aku baru masuk Islam saat itu” HR Muslim 1/96

Ibnu Hajar berkata, “Rasulullah berkata, “Mengapa engkau tidak membelah hatinya…” maknanya “Sesungguhnya engkau (wahai Usamah) jika engkau tidak mampu untuk melakukannya maka cukuplah engkau menilai perkataannya” Fathul Bari 12/243

Kisah Usamah ini jelas sekali bahwa para sahabat juga tidak mengetahui hati manusia, karena isi hati manusia adalah termasuk perkara yang ghoib. Oleh karena itu para sahabat tidak mengetahui orang-orang munafik yang menyembunyikan kekafirannya dalam dada mereka.

عن أم سلمة رضي الله عنها أن رسول الله  صلى الله عليه وسلم  قال إنكم تختصمون إلي ولعل بعضكم ألحن بحجته من بعض فمن قضيت له بحق أخيه شيئا بقوله فإنما أقطع له قطعة من النار فلا يأخذها

Dari Ummu Salamah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian berselisih di hadapanku, dan bisa jadi sebagian kalian lebih pandai mengungkapkan hujjahnya (argumennya) daripada yang lain. Barangsiapa yang aku memutuskan hukum dengan memberikan sesuatu dari hak milik saudaranya baginya karena kepandaian berbicaranya maka sesungguhnya aku telah memberikannya sebuah bongkahan api maka janganlah ia mengambilnya” HR Al-Bukhari no 2680

Hadits ini sangat jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui isi hati manusia, karena kalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya tentu ia tidak akan tertipu dengan kepandaian berbicara seseorang yang berdusta.

Dan masih banyak lagi contoh yang menunjukkan bahwa beliau tidak mengetahui ilmu ghoib.

Tidak sebagaimana kumpulan syair (yang bernama Burdah) yang dibuat oleh Al-Bushiri yang terlalu belebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga akhirnya malah terjatuh dalam kesyirikan. Al-Bushiri berkata dalam syairnya menyeru kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فإن من جودك الدنيا وضرَّتَها             ومن علومك علمَ اللوح والقلم

Sesungguhnya diantara kedermawananmu adalah dunia dan akhirat dan diantara ilmumu adalah ilmu lauhil mahfuz dan yang telah dicatat oleh pena (yang mencatat di lauhil mahfuz apa yang akan terjadi hingga hari kiamat)

Hal ini jelas merupakan kesyirikan dan menyamakan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Allah. Karena hanya Allahlah yang mengetahui ilmu lauhil mahfuz, pengucap syair ini telah mengangkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga pada derajat ketuhanan dan ini merupakan kekufuran yang nyata.

Berkata Syaikh Utsaimin, “Ibnu Rojab berkata, “Sesungguhnya penyair ini tidak meninggalkan sesuatupun milik Allah, jika dunia dan seisinya serta akhirat adalah merupakan bagian dari kedermawanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mana bagian Allah?”. Kita bersaksi bahwa orang yang mengucapkan perkataan ini ia tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah, bahkan ia bersaksi bahwa Muhammad lebih tinggi dari Allah, bagaimana ia bisa sampai berlebih-lebihan begini??. Sikap berlebih-lebihan ini lebih parah dari apa yang dilakukan oleh Kaum Nashrani yang mengatakan bahwa Isa adalah anak Allah dan Allah adalah salah satu dari Tuhan yang tiga”[9]


·    Nabi tidak bisa memberikan kemanfaatan bagi dirinya sendiri dan tidak bisa mencegah kemudhorotan dari dirinya sendiri

Allah berfirman:

(قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرّاً وَلا نَفْعاً إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ﴾ (يونس:49)

Katakanlah:”Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah” (QS. 10:49)

(قُُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلا ضَرّاً إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ﴾(لأعراف:188)

Katakanlah:”Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. 7:188)

Dua ayat di atas jelas sekali menunjukan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak bisa mendatangkan kemanfaatan bagi dirinya dan tidak bisa mencegah datangnya mudhorot kepadanya karena yang menguasai itu semua hanyalah Allah

أن أبا هريرة رضي الله عنه قال قام رسول الله  صلى الله عليه وسلم  حين أنزل الله عز وجل ﴿وأنذر عشيرتك الأقربين﴾  قال يا معشر قريش -أو كلمة نحوها- اشتروا أنفسكم لا أغني عنكم من الله شيئا يا بني عبد مناف لا أغني عنكم من الله شيئا يا عباس بن عبد المطلب لا أغني عنك من الله شيئا ويا صفية عمة رسول الله لا أغني عنك من الله شيئا ويا فاطمة بنت محمد سليني ما شئت من مالي لا أغني عنك من الله شيئا

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Tatkala Allah menurunkan ayat﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ﴾  “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat!”, (QS. 26:214), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdiri dan berseru, “Wahai kaum Quraisy – atau perkataan yang mirip ini-, selamatkanlah jiwa kalian sesungguhnya aku tidak bisa menolong kalian sama sekali. Wahai bani Abdu Manaf, aku sama sekali tidak bisa menolong kalian. Wahai Abbas bin Abdilmuttholib, aku tidak bisa menolongmu sama sekali. Wahai Sofiyah bibinya Rasululllah, aku sama sekali tidak bisa menolongmu. Wahai Fatimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang engkau kehendaki dari hartaku, aku sama sekali tidak bisa menolongmu” HR Al-Bukhari no 4771

Bahkan orang-orang terdekat dari kerabat karib beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bisa mengatakan “Selamatkan jiwa kalian masing-masing sesungguhnya aku sama sekali tidak bisa menolong kalian” Berkata Syaikh Sulaiman bin Abdillah “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi dirinya dan tidak (pula) menolak kemudharatan dari dirinya  dan tidak mampu mencegah adzab Allah yang akan menimpanya jika ia bermaksiat kepada Allah sebagaimana firman Allah

(قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ﴾ (الأنعام:15) (الزمر:13 )

Katakanlah:”Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Rabbku” (QS. 6:15) (QS 39:13)

maka bagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa memberikan kemanfaatan kepada selainnya dan menolak kemudharatan dari orang lain?, atau mencegah adzab Allah dari orang lain?. Adapun syafaat beliau kepada sebagian para pelaku maksiat (kelak di hari akhirat) adalah atas karunia yang bersumber dari Allah bagi beliau dan bagi para pelaku maksiat tersebut, bukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi syafaat kepada siapa saja yang ia kehendaki dan memasukkan ke surga siapa yang dia kehendaki!!”[10]

Oleh karena itu hanyalah kepada Allah karena Dialah satu-satunya yang menguasai kemanfaatan dan kemudharatan. Tidak sebagaimana perkataan Al-Bushiri dalam bait-bait syair “Burdah”nya menyeru kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

يا أكرمَ الخلْقِ ما لِي مَنْ أَلُوْذُ به         سِواكَ عند حلولِ الحادثِ العَمَم

إن لم تكن في مَعَادِي آخذًا بِيَدِيْ             فضلا وإلا فَقُلْ يا زَلَّةَ القَدَمِ

Wahai makhluk yang paling mulia tidak ada bagiku tempat untuk bersandar selain engkau tatkala terjadi bencana yang menyeluruh

Jika engkau pada hari akhirat kelak tidak mengambil tanganku dengan karuniamu, dan (jika tidak demikian) maka katakanlah wahai yang tergelincir (dalam kebinasaan)

Perkataan ini jelas merupakan kesyirikan kepada Allah.[11]

Berkata Syaikh Sulaiman, “Sungguh menakjubkan syaitan menghiasi kekufuran dan kesyirikan ini sehingga nampak pada mereka merupakan bentuk cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pengagungan kepadanya dan meneladaninya. Demikanlah pekerjaan syaitan yang terlaknat, dia pasti mencampurkan kebatilan dengan kebenaran agar bisa laris kekufuran dan kesyirikan tersebut…”[12]

Bahkan bait-bait ini tidak boleh dibaca sembarangan, namun harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti, harus berwudlu[13], menghadap kiblat, dan yang membacanya harus mengerti apa isi bait-bait tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah buat-buatanya orang-orang sufi yang ingin agar mereka saja yang bisa membaca bait-bait tersebut dengan benar. Apalagi telah nampak sebuah kelompok khusus yang dikenal sebagai pembaca burdah, sehingga sering dipanggil untuk membaca bait-bait burdah ini pada acara-acara selamatan, syukuran, ataupun acara kematian[14]

Berkata Syaikh Abdurrahman bin Hasan, “Al-Bushiri mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkara-perkara yang membuatnya marah dan sedih. Kemarahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuncak hanya karena perkara yang dibawah (lebih ringan) dari apa yang dikatakan oleh Al-Bushiri sebagaimana diketahui orang-orang yang berilmu…”[15]

Imam As-Syaukani berkata, “Lihatlah bagiamana ia (Al-Bushiri) menafikan semua tempat berlindung kecuali hamba Allah dan Rasul-Nya dan melupakan Tuhannya sendiri dan Tuhannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”[16]

Berkata Syaikh Utsaimin, “Sikap berlebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengantarkan kepada pemyembahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana kenyataan yang terjadi sekarang. Ada orang yang berdoa meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah di sisi kuburan beliau dengan berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah kami, Wahai Rasulullah pertolonganmu, Siramilah kami dengan hujan, wahai Rasulullah negeri kami kering, musim kemarau…” dan demikianlah doa-doa mereka. Bahkan aku melihat dengan mata kepalaku sendiri seseorang berdoa kepada Allah dibawah mizab ka’bah[17] dengan membelakangi ka’bah dan menghadap ke Madinah karena menurut dia menghadap kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia dan lebih afdhol dibanding menghadap kiblat. Na’udzubillah.

Sebagian mereka berkata, “Ka’bah lebih afdhol daripada hujroh[18], namun jika Nabi berada dalam hujroh tersebut maka demi Allah ka’bah sama sekali tidak lebih afdhol daripada hujroh, tidak cuma ka’bah bahkan ‘Arsy dan para malaikat yang mengangkat ‘Arsy, tidak juga surga”. Ini merupakan sikap berlebih-lebihan yang tidak diridhoi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kita dan juga bagi dirinya. Yang benar memang jasad Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih afdhol, adapun perkataan hujroh lebih afdhol daripada ka’bah, Arsy, dan surga karena Rasulullah ÷ berada di dalamnya adalah kesalahan yang sangat besar. Semoga Allah menyelamatkan kita dari hal ini” Al-Qoul Mufid 1/372

Firanda Andirja
www.firanda.com

Catatan Kaki:

[1] HR Muslim 312

[2] HR Muslim 311, Ahmad (6/402)

[3] HR Al-Bukhari no 382, Muslim 262

[4] Al-Minhaj 4/453, Perkataan Aisyah ini menunjukan bahwa beliau tatkala itu tidak tidur pulas, karena jika tidurnya pulas maka ia tidak akan bisa merasakan apa-apa sama saja jika ada lampu di rumah atau tidak ada lampunya (lihat Umdatul Qori 4/114)

[5] Yaitu tinggal bersama suaminya setelah sebelumnya masih bersama walinya. Karena terkadang terjadi pernikahan namun sang istri belum langsung tinggal bersama sang suami, sebagaimana pernikahan Aisyah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[6] Yaitu perawi hadits yang meriwayatkan dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz

[7] HR Al-Bukhari no 4001, 5147

[8] HR Abu Dawud 4/173, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Masobiih no 5931

[9] Al-Qoul Mufid 1/69

[10] Taisir Al-‘Azizil Hamid hal 215

[11] Jika mereka yang melantunkan perkataan Bushiri ini berkata, “Maksud dari perkataan Bushiri “Wahai makhluk yang paling mulia tidak ada bagiku tempat untuk bersandar selain engkau tatkala terjadi bencana yang menyeluruh” adalah ia meminta syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah, maka kita katakan, “Perkataan Bushiri “Jika engkau pada hari akhirat kelak tidak mengambil tanganku dengan karuniamu, dan (jika tidak demikian) maka katakanlah wahai yang tergelincir (dalam kebinasaan)”  menunjukan bahwa ia meminta langsung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karunia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?? Padahal syafaat adalah semata-mata karunia Allah yang Allah idzinkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan semata-mata milik Allah. Dan meminta syafaat merupakan doa, dan doa adalah ibadah yang sangat agung yang hanya diserahkan kepada Allah. Oleh karena itu semestinya meminta syafaat hanyalah kepada Dzat Yang menguasai seluruh syafaat, yang tidak ada syafaat kecuali dengan idzinNya” Maka perkataan Bushiri ini tidak bisa dipungkiri merupakan kesyirikan yang sangat jelas. (Taisir Al-‘Azizil Hamid hal 183)

[12] Taisir Al-‘Azizil Hamid hal 263

[13] Prof DR Syaikh Abdurrozaq menjelasakan bahwa yang sangat menyedihkan banyak sekali kaum muslimin yang mengapalkan bait-bait ini, hingga anak-anakpun ikut menghapalkannya. Barangsiapa yang membaca bait-bait ini dengan syarat harus diatas wudhu, maka tatkala ia berwudhu ia telah terlepas dari hadats kecil, kemudian tatkala ia melantunkan bait-bait burdah karya Al-Bushiri ini maka ia telah kembali berhadats, bukan sekedar hadats kecil, bahkan hadats yang terbesar yaitu kesyirikan dan kekufuran yang terkandung dalam bait-bait tersebut.

[14] Lihat muqoddimah diwan Al-Bushiri

[15] Ad-Duror As-Sunniah 9/80 dan lihat 9/49,84,193.

[16] Ad-Dur An-Nadid hal 26

[17] Mizab yaitu tempat aliran air yang berada di atas ka’bah

[18] Hujoh yaitu tempat Nabi ÷ dikuburkan

61 COMMENTS

  1. Nabi Muhammad Sallahua’alihi wa sallam adalah manusia luar biasa
    Tidak sepatutnya kita berpikir bahwa baginda Nabi Muhammad Sallahua’alihi wa sallam adalah manusia biasa,Itu kesombongan sekaligus pelecehan.
    Jika Nabi Saw. adalah manusia biasa, mana mungkin beliau terpilih menjadi Nabi paling agung, yang uswah hasanahnya harus diteladani umat manusia,sosok yang selalu dishalawati Allah dan semua malaikat-Nya,bahkan DIA perintahkan umat beriman untuk selalu bershalawat kepadanya

  2. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
    1. Manusia biasa yaitu hamba Alloh yg tidak boleh disembah
    2. Manusia luar biasa yaitu utusan Alloh yg wajib diikuti.

  3. @mcman
    nama anda ini siapa?
    nabi Muhammad itu manusia biasa ya makan. ya cari rezki, ya punya istri, ya punya anak,yang dimaksud anda luarbiasa itu apa? yang membedakan kita sama rasulallah adalah wahyu,itu kata rasulullah.kalau rosullah mendapat wahyu kalau kita tidak dapat. apa yang anda maksudkan dengan sholawat? apa sholawat nariyah, sholawat munjiat, sholawat thubbul kulub?

  4. “Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan kepada Isa bin Maryam, sesunggunhya aku hanyalah seorang hamba Allah maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”

    Hadits diatas udh bisa menjawab pernyataan mcman dengan sendirinya. Jadi, tidak perlulah dibantah lebih lanjut.

  5. Kesaksian-kesaksian Allah Swt. pada Nabi Muhammad diantaranya kesaksian akan sifat, karakter dan fisiknya; “Laqod jaakum Rasulun min anfusikum ‘Azizun alaihi ma anittum harishun alaikum bil mu’minina Ro’ufurrohim” (QS: at Taubat: 128). Allah Taala yang menugaskan Nabi sebagai utusan tidak sekedar memerintah, tetapi juga Allah Swt. menerangkan kedudukan yang di perintah. Mulai dari fisiknya, karakternya, pribadinya dan lain sebagainya, sebagaimana tergambar dalam ayat tersebut. Bukan sekedar memerintah, seperti kebiasaan kita memerintah.
    Allah Ta’ala menguatkan kedudukan yang di perintah, dari segi fisik anatominya sampai disebutkan semua dalam al Quran al Adzim. Allah Ta’ala yang menciptakan, menyaksikan, membuktikan kebesaran, keutamaan ciptaan-Nya. Untuk siapa kesaksian Allah Swt. tersebut? Untuk umat. Supaya dengan mudah umat dapat menerima ajaran-ajaran yang dibawanya. Kita bisa mengatakan; yang menciptakan saja menyaksikan, mengakui kebesarannya, kalau kita yang termasuk ciptaanNya tidak mau menyaksikan kebesaran Nabi Muhammad Saw., keterlaluan.
    “Laqod jaakum Rasulum min anfusikum”, sungguh kami telah mendatangkan kepada kalian manusia, Rasulun, seorang utusan. Utusan yang bagaimana? Allah Ta’ala disini menekankan dengan mengatakan:”min anfusikum”, dari kalian jenis manusia. Bukan manusia biasa, tapi manusia luar biasa. Di buktikan dengan keluarbiasaan Rasulullah apa? “‘Azizun alaihi ma annitum”, menanggungkan derita umat, yang pertama. kedua “Harisun alaikum ”, rasa cinta pada umat. Yang ketiga “bilmuminina Ro’ufurrohim”, rasa kasih sayang pada kaum beriman.
    kita akan mengakui, mengetahui dan meyakini bahwa Rasulullah Saw. adalah orang yang istimewa, dan seorang manusia yang berbeda dari manusia pada umumnya. Sebab itu pula kalau ada orang mengatakan atau minta disamakan dengan Rasulullah Saw., adalah orang yang menghayal. Sama darimana? Dia tidak mendapat penyaksian dari Allah Swt.

  6. Sementara Rasulullah Saw. disaksikan: akhlak, susunan antominya, susunan fisiknya dan sebagainya. Yang menciptakannya sendiri yang menyaksikan, Allah Swt. Bukankah lebih akurat! Darimana bisa-bisanya kita berani menafsirkan Rasulullah manusia biasa.
    Lalu bagaimana dengan ayat; “Qul inama ana basyarum mislukum” (QS: al Kahfi: 110)? Maksud ayat itu bahwa pesan-pesan kerasulan Nabi Muhammad Saw. dapat diterima dengan mudah olah manusia. Karena Rasulullah Saw. sendiri adalah manusia. Itulah maksud ayat al Quran diatas. Memberi kesadaran pada umat bahwa Allah Swt. telah mempermudah manusia (litashil al umat) untuk menerima ketentuanNya melalui utusan dari golongan manusia pula. Dan itu merupakan salah satu dari sekian rahmatNya. Basyar, manusia dalam ayat itu bukan berarti menyamakan Rasulullah dengan kedudukan manusia biasa. Tidak! “Qul inama ana basyarum mislukum”, kami ini sepertis kalian; berbicara, bermata, bertelinga. Manusia, sama-sama manusia, Mistlukum, seperti kalian.
    Akan tetapi kata ‘mistlukum’ tidak bisa dikatakan berarti sama sekali sama atau persis sama.
    Rasul dari kalangan manusia yaitu untuk memudahkan umat. Sebab Seandainya Rasul dari kalangan Jin, akan menyulitkan manusia, sebab jin tidak terlihat. Kalaupun terlihat manusia pasti lari. Sementara malaikat tidak terkena kewajiban: “Qu anfusakum wa ahlikum nara”(QS: at Tahrim), menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Sebab malaikat tidak punya anak serta tidak punya istri. Lalu siapa yang berperan menjadi utusan atau rasul? Jawabannya adalah manusia. Dan manusia yang menjadi rasul itu adalah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam.

  7. @mcman

    maksud antum Nabi bukan manusia biasa artinya Nabi itu sosok makhluk jenis khusus yang diberi sifat manusia gitu?

    kok jadinya kayak konsep Nur Muhammad bahwa Nabi itu makhluk yang tercipta dari Cahaya tapi dikasih sifat seperti manusia.

    kalau pemahaman antum demikian, sebaiknya antum memberikan dalil yang TEGAS dan JELAS (Qur’an dan Hadits Shahih) bahwa Nabi tercipta dari Cahaya.

    Malaikat tercipta dari Cahaya kemudian pernah berwujud seperti manusia dalil nya jelas, sedangkan Nabi tercipta dari Cahaya atau Makhluk jenis khusus dalilnya mana?

    OK, silahkan dijelaskan ya pak mcman

  8. @mcman
    apa yang anda maksudkan dengan luar bisa itu ? menafsirkan ayat kok seenaknya perut sendiri. apakan harus disembah ? rasulullah sendiri mengatakan jangan sangjung2 aku seperti isa ubnu Maryam cukuk sebut aku dengan Muhammad hamba Allah dan Mohammad rasulullah itu aja.

  9. @tommi,jamil,mochrosi
    Saya tdk prnh mengatakan hrs disembah dan tdk mengatakan tercipta dari cahaya,
    Nabi muhammad manusia luar biasa karena bnyk sekali kemulian dan keistimewaan dan beliau kekasih Allah
    Allah tdk memanggil beliau dengan nama, sedangkan nabi-nabi yang lain dipanggil dengan nama, seperti “Ya Musa! Ya Daud! Dan lain-lain. Tetapi beliau dipanggil dengan “Ya Ayyuha an-Nabi! Ya Ayyuha ar-Rasul!” dan nama2 beliau dlm Alquran di antaranya dalam surat Anfal: 41, Isra: 1, Kafi: 1, Furqan: 1,Ahzab:40 dsb, karena kedudukan Rasulullah lebih tinggi dari kedudukan yang lainnya,kta sbg umatnya wjb menghrmti,memuliakan & mengagungkan baginda nabi muhammad shallahu a’alaihi wa sallam

  10. Justru itulah makanya saya tanya akhi, apakah penafsiran ayat spt itu adalah ra’yi antum sendiri ataukah ada para ulama yg punya penafsiran spt itu? Saya ga mempermasalahkan apakah antum mau punya keyakinan Rasulullah adalah manusia luar biasa atau bagaimana tapi antum membawakan ayat2 Al Qur’an dan saya tidak melihat antum membawakan rujukan kitab tafsir manapun, dan jg antum tidak membawakan riwayat2/atsar2 yg berkaitan dengan ayat2 tersebut.

    Antum menafsirkan sendiri ya?

    • # Tommi 2011-01-24 05:16
      “Janganlah kalian terlalu berlebih-lebihan kepadaku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan kepada Isa bin Maryam, sesunggunhya aku hanyalah seorang hamba Allah maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”
      Hadits diatas udh bisa menjawab pernyataan mcman dengan sendirinya. Jadi, tidak perlulah dibantah lebih lanjut. “
      apa yang anda maksudkan menjawab pernyataan dgn sndrinya dan tidak perlu dibantah lbh lanjut, apa yg anda permasalahkan dan apa yang perlu dibantah dr pernyataan saya?

      • Karena antum dari awal mengatakan “Nabi Muhammad Sallahua’alihi wa sallam adalah manusia luar biasa
        Tidak sepatutnya kita berpikir bahwa baginda Nabi Muhammad Sallahua’alihi wa sallam adalah manusia biasa,Itu kesombongan sekaligus pelecehan.”

        Hadits itu sekaligus merupakan jawaban dan bantahan terhadap pernyataan akhi. Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam sendiri yg berkata bahwa beliau adalah hamba Allah dan RasulNya. Nah begini akh, skrg saya TIDAK mempermasalahkan antum mau menganggap Rasulullah luar biasa atau gimana, itu hak antum. Namun antum sudah membawakan ayat2 Al Qur’an tetapi antum tidak menyebutkan sumber rujukan tafsirannya. Pertanyaan saya sama spt ust Firanda, “Kalau bisa akhi mcman menyebutkan sumber tafsiran tersebut agar para pengunjung bisa mendapatkan faedah.”

        Kita semua disini ingin tahu, spt apa konsep para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat2 Al Qur’an yg antum bawakan. Kalau hanya ra’yu yg antum tulis, maaf saja akhi, Al Qur’an tidak bisa ditafsirkan oleh ra’yu apalagi kita ini bukan ulama. Para ulama mufassir saja ga mau sembarangan kok menafsirkan Al Qur’an akh. Oke, kita fokus pada masalah ya.

  11. @Mcmcm
    Ana rasa tafsiran antum Innamaa ana basyar mitslukum (sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian) adalah tafsiran yang kurang tepat.
    Pertama : Kalau bisa akhi mcmcm menyebutkan sumber tafsiran tersebut agar para pengungjung bisa mendapatkan faedah
    Kedua : Tafsiran antum bertentangan dengan tafsiran nabi dalam banyak hadits. Diantaranya hadits nabi :
    Tatkala wafat putra beliau Ibrahim
    إنما أنا بشر ، تدمع العين و يخشع القلب و لا نقول ما يسخط الرب ، والله يا إبراهيم إنا بك لمحزونون
    Aku hanyalah seorang manusia, mata menangis dan hati khusyu’, dan kami tidak mengucapkan apa yang membuat Allah marah. Demi Allah wahai Ibrahim kami sungguh sedih (dengan wafatnya) engkau
    Nabi juga bersabda ;
    إنما أنا بشر و إنكم تختصمون إلي و لعل بعضكم أن يكون ألحن بحجته من بعض فأقضي له على نحو ما أسمع منه .
    Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, kalian berselisih (dan berhukum) kepadaku, bisa jadi sebagian kalian lebih pintar berbicara dengan hujjahnya daripada yang lain maka lau member keputusan hukum membelanya berdasarkan apa yang aku dengar darinya.
    أنا بشر أرضى كما يرضى البشر و أغضب كما يغضب البشر فأيما أحد دعوت عليه من أمتي بدعوة ليس لها بأهل أن يجعلها له طهورا و زكاة و قربة يقربه بها منه يوم القيامة “
    Aku adalah manusia, aka ridho sebagaimana manusia ridho dan aku marah sebagaimana manusia marah, maka siapapun dari umatku yang aku doakan keburukan baginya padahal ia tidak berhak maka doaku itu akan menjadi pembersih dosa-dosanya dan akan menjadi penyuci baginya serta akan menjadi suatu qurbah yang akan mendekatkan dia kepada Allah pada hari kiamat kelak
    إنما أنا بشر أنسى كما تنسون ، فإذا نسيت فذكروني
    Sesungghnya aku hanyalah manusia, aku lupa sebagaimana kalian lupa, maka jika aku lupa ingatkanlah aku
    إنما أنا بشر، وإني كنت جنباً
    Sesunggunhnya aku manusia, aku tadi dalam keadaan junub
    Rasulullah juga mengabarkan bahwasanya ia juga meninggal sebagaimana manusia yang lain, beliau berkata:
    فإنما أنا بشر يوشك أن يأتيني رسول ربي فأجيب
    Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, hampir saja datang utusan Robku kepadaku lalu aku memenuhi panggilannya
    Demikianlah akhi mcmcn tafsirang Nabi tentang perkataan “Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian”. Maka tidak ada tafsiran yang lebih baik dari tafsiran Nabi. Baarokallahu fiik

  12. sblm djwb…
    anda-anda sbnrnya mmprmslhkn prnytaan ini
    “Nabi Muhammad Sallahua’alihi wa sallam adalah manusia luar biasa,Tidak sepatutnya kita berpikir bahwa baginda Nabi Muhammad Sallahua’alihi wa sallam adalah manusia biasa,Itu kesombongan sekaligus pelecehan.”
    dstu jelas tetap ada kata manusia tp manusia luar biasa
    @tommi: knp anda tdk konsisten prmslhnya, skrg fkus mslh apa?
    @mochrosi,jamil: prtnyaan2 anda dr awal sdh melbrkn mslh dan pnuh dgn tuduhan
    @Firanda:saya tulis lg:
    Nabi muhammad manusia luar biasa karena bnyk sekali kemulian dan keistimewaan dan beliau kekasih Allah
    Allah tdk memanggil beliau dengan nama, sedangkan nabi-nabi yang lain dipanggil dengan nama, seperti “Ya Musa! Ya Daud! Dan lain-lain. Tetapi beliau dipanggil dengan “Ya Ayyuha an-Nabi! Ya Ayyuha ar-Rasul!” dan nama2 beliau dlm Alquran di antaranya dalam surat Anfal: 41, Isra: 1, Kafi: 1, Furqan: 1,Ahzab:40 dsb,dan beliau sosok yang selalu dishalawati Allah dan semua malaikat-Nya,bahkan DIA perintahkan umat beriman untuk selalu bershalawat kepadanya karena kedudukan Rasulullah shallahu a’alihi wa sallam lebih tinggi dari kedudukan yang lainnya,KITA SEBAGAI UMATNYA wjb menghrmti,memuliakan & mengagungkan baginda nabi muhammad shallahu a’alaihi wa sallam
    kesimpulan anda bgmn sdr firanda? apakah Rosullah shallallahu a’alaihi wa sallam manusia biasa?

    sekian…

    • @akhi mcman,

      Mohon bisa dibaca lg komentar saya, “skrg saya TIDAK mempermasalahkan antum mau menganggap Rasulullah luar biasa atau gimana, itu hak antum.” Sudah jelas akhi?, kita tinggalkan masalah itu karena saya tidak ingin jidal dengan antum namun forum kita disini nih pengen melihat ulama mana sih yg punya penafsiran spt antum itu? Coba tolong tanpa perlu panjang lebar disebutkan nama ulamanya dan kitabnya. Udh itu saja akhi.